It's about Ethics :) Tepatnya Etika dalam Jurnalistik.
Mata kuliah ini gue dapet pas kemaren semester 3. Dosen gue, Zulkarimein Nasution sangat amat keras kalau udah menyangkut dengan etika. Dan pembelajaran etika itu sangat penting pada setiap calon wartawan. Kita harus tau betul apa sebenarnya fungsi etika dalam kehidupan sosial :)
Etika
Untuk memahami apa itu etika sesungguhnya kita perlu membandingkannya dengan moralitas. Baik etika dan moralitas sering dipakai secara dapat dipertukarkan dengan pengertian yang sering disamakan begitu saja. Ini sesungguhnya tidak sepenuhnya salah. Hanya saja perlu diingat bahwa etika bisa saja punya pengertian yang sama sekali berbeda dengan moralitas.
Sehubungan dengan itu, secara teoritis kita dapat membedakan dua pengertian etika – kendati dalam penggunaan praktis sering tidak mudah dibedakan. Pertama etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti ’adat istiadat’ atau ’kebiasaan’. Dalam pengertian ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan.
Yang menarik disini, dalam pengertian etika justru persis sama dengan pengertian moralitas. Moralitas berasal dari kata Latin mos, yang dalam bentuk jamaknya (mores) berarti ’adat istiadat’ atau ’kebiasaan’. Jadi, dalam pengertian pertama ini, yaitu pengertian harfiahnya, etika dan moralitas, sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana laiknya sebuah kebiasaan. Kedua, etika juga dipahami dalam pengertian yang sekaligus berbeda dengan moralitas. Dalam pengertian kedua ini, etika mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dari moralitas dan etika dalam pengertian pertama di atas. Etika dalam pengertian kedua ini dimengerti sebagai filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan etika dalam pengertian pertama diatas. Dengan demikian, etika dalam pengertian pertama, sebagaimana halnya moralitas, berisikan nilai dan norma-norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia dalam seluruh kehidupannya. Ia berkaitan dengan perintah dan larangan langsung yang bersifat konkret. Maka etika dalam mengertian ini lebih normatif dan karena itu lebih mengikat setiap pribadi manusia.
Sebaliknya, etika dalam pengertian kedua sebagai filsafat moral tidak langsung memberi perintah konkret sebagai pegangan siap pakai. Sebagai sebuah cabang filsafat, etika lalu sangat menekankan pendekatan kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral serta permasalahan-permasalahan moral yang timbul dalam kehidupan manusia, khususnya dalam bermasyarakat. Dengan demikian, etika dalam pengertian kedua dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai (a) nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia; dan mengenai (b) masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma-norma yang umum diterima.
Dalam kaitan dengan itu, ketika Magnis-Suseno mengatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu dan bukan ajaran, yang ia maksudkan adalah etika dalam pengertian kedua ini. Sebagai sebuah ilmu yang terutama menitikberatkan refleksi kritis dan rasional, etika dalam pengertian kedua ini lalu bahkan mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu memang harus dilaksanakan dalam situasi konkret tertentu harus dianggap sebagai tindakan yang tidak etis dan karena itu dikutuk atau justru sebaliknya. Juga dipersoalkan, apakah dalam situasi konkret yang saya hadapi saya harus bertindak sesuai dengan norma dan nilai moral yang ada dalam masyarakatku (dan juga saya anut) ataukah justru sebaliknya saya dapat dibenarkan untuk bertindak sebaliknya yang bahkan melawan nilai dan norma tertentu.
Pada tingkatan ini, etika lalu membutuhkan evaluasi secara kritis atas semua dan seluruh situasi yang terkait. Dibutuhkan semua informasi seluas dan selengkap mungkin baik menyangkut nilai dan norma moral, maupun informasi empiris tentang situasi yang bahkan belum menjadi atau telah terjadi untuk memungkinkan seseorang bisa mengambil kebutuhan yang tepat baik tentang tindakan yang akan dilakukan maupun tentang tindakan yang telah dilakukan oleh pihak tertentu. Dalam konteks ini, masuklah segala macam pertimbangan mengenai motif, tujuan, akibat, pihak terkena, berapa banyak orang terkena tindakan itu, besarnya resiko dibandingkan dengan manfaat, keadaan psikis pelaku, tingkat intelegensi untuk menentukan sejauh mana pelaku menyadari tindakannya dan akibat dari tindakkannya, dan seterusnya.
Bisa dipahami bahwa etika lalu menjadi sebuah ilmu yang sangat luas dan kompleks dan berkaitan dengan seluruh bidang dan aspek kehidupan manusia. Bersama dengan itu, etika dalam pengertian kedua ini membutuhkan bantuan dan masukkan dari hampir seluruh ilmu lain termasuk eksakta sekalipun semacam teori genetika dan kimia. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa etika lalu menjadi sebuah ilmu interdisplin. Sebagai ilmu interdisiplin, di satu pihak ia bertumpu pada nilai dan norma moral yang ada, tetapi di pihak lain ia juga mengandalkan kajian dan informasi dari ilmu lain untuk bisa mengambil keputusan yang tepat baik untuk bertindak maupun untuk mengevaluasi tindakan tertentu yang telah dilakanakan.
Kehidupan Sosial
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di alam semesta ini. Manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Hal tersebut yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya yang ada di muka bumi ini. Manusia juga merupakan makhluk sosial atau mahluk bermasyarakat. Artinya, manusia senang hidup berdampingan dengan manusia yang lain dan manusia juga tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain.
Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Kehidupan sosial yang dijalankan oleh manusia sangat penting bagi kelangsungan hidup mereka sebagai makhluk sosial.
Di dalam kehidupan sosial, manusia dapat berinteraksi dan berkomunikasi sehingga terjalinlah sebuah hubungan yaitu masyarakat.
Fungsi Etika dalam Kehidupan Sosial
Etika dalam kehidupan sosial, tidak langsung membuat manusia menjadi seseorang yang baik, karena itu adalah fungsi dari moral. Tapi etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis. Di dalam berkehidupan sosial pluraslisme moral juga sangat dibutuhkan karena adanya latar belakang perbedaan suku, agama serta pekerjaan.
Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme. Pluralisme moral diperlukan karena:
a)Pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan;
b) Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan moral tradisional;
c)Berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.
Selama manusia berupaya mencari jati dirinya, eksistensi dirinya dan berada dalam suatu “ situasi “ kehidupan, manusia memerlukan semacam kompas moral, pegangan, dan orientasi kritis agar tidak terjebak, bingung atau ikut-ikutan saja dalam pluralisme moral yang ada dan terlebur dalam kehidupan yang nyata.
Peran etika menjadi nyata agar orang tidak mengalami krisis moral yang berkepanjangan. Etika dapat membangkitkan kembali semangat hidup agar manusia dapat menjadi manusia yang baik dan bijaksana melalui eksistensi, profesinya.
Contoh Etika dalam Kehidupan Sosial
Banyak kejadian yang bisa ditemukan di tengah kehidupan sehari-hari yang menunjukkan seperti apa perilaku kita di tengah kehidupan bersama di ruang publik.
Salah satu contoh, kita rela berdesakan bak ikan pindang di dalam bis. Kita tidak mau menunggu bisa berikutnya. Kita tunduk terhadap motif ekonomi awak bis yang ingin memperoleh uang sebanyak-banyaknya. Kita tidak hirau bahwa di satu sisi, sebagai penumpang kita berhak atas kenyamanan naik bis. Sedang di sisi lain, kita juga tidak peduli bahwa adalah kewajiban awak bis untuk menjamin kenyamanan itu. Bahkan mungkin kita berharap, janganlah polantas tiba-tiba muncul menghentikan bis itu di tengah perjalanan. Kalaupun polantas muncul, semoga dia mau menerima salam tempel kondektur, lalu membiarkan bis melanjutkan perjalanan.
Yang hendak dikatakan melalui contoh itu adalah demikian. Sebagai penumpang bis, kita lebih mendahulukan kepentingan subyektif agar lebih cepat sampai di tujuan. Untuk kepentingan itu, kita mengorbankan kenyamanan (atau bahkan keselamatan). Kita biarkan awak bis, demi kepentingan ekonomi mereka, mengabaikan etika penyelenggaraan angkutan umum di ruang publik. Kita malah tidak berharap bahwa polantas sebagai representasi negara sebagai penyelenggara kehidupan bersama di ruang publik, akan turun tangan menegakkan etika itu. Agar cepat sampai ke tujuan, kita berharap polantas bersikap sama seperti awak bis, mendahulukan kepentingan ekonomi pribadinya dengan menerima salam tempel. Sebagaimana dikemukakan Haryatmoko, dengan mengutamakan kepentingan ekonomi, menjadikan masyarakat sama sekali tidak peduli pada nilai, makna, dan moral (Kompas, 07/05/03).
Contoh diatas dapat menjadikan sebuah predikat bangsa yang akan melekat. Karena etika sosial mereka tidak tertanam dengan baik, dengan begitu Negara kita akan mendapatkan label Negara yang tidak tertib, tidak menaati peraturan dan lain-lain. Beda dengan manusia yang dapat mengindahkan etika sosial di ruang public, mereka pastinya akan menaati peraturan-peraturan yang sudah dibuat oleh pemerintah. Sebaliknya, seseorang yang mengabaikan etika dimaksud menunjukkan pribadi yang tidak menghargai orang lain. Menurut Komaruddin Hidayat, kalau saja seseorang dengan kepribadian seperti ini menjadi pemimpin, ia akan menjadi tiran, suka melanggar aturan, tidak segan korupsi, dan mau mengambil hak orang lain.
Daftar Pustaka
1. http://apadefinisinya.blogspot.com/2009/01/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan.html, Diunduh pada tanggal 08 September 2010, Pukul 18.42 WIB
2. http://mhs.blog.ui.ac.id/najmu.laila/archives/11, Diunduh pada tanggal 09 September 2010, Pukul 19.46 WIB
3. http://www.forumsains.com/biografi-dan-buku/frans-magnis-suseno/?wap2, Diunduh pada tanggal 09 September 2010, Pukul 20.09 WIB
4. K. Bertens, Etika, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1994
Diunduh pada tanggal 09 September 2010, Pukul 22.08 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar