Minggu, 03 Juli 2011

Boyband? Girlband? It's My Opinion

Hmm Boyband dan Girlband ya? Sebenernya di Indonesia, era-era kemunculan sekelompok laki-laki atau perempuan yang bernyanyi sambil menari itu sudah ada pas tahun-tahun 90an. Ada Trio Libels, terus mm apa tuh namanya  FBI yang ada Indra Bektinya dan masih banyak yang lainnya. Selain Boyband, Girlband juga ada lhooh, ada Bening, ABThree. Nah kan sebenernya era-era kejayaan Boyband dan Girlband itu udah ada sejak lama. Tapi, dengan berkembangnya industri music Indonesia pada saat itu yang banyak menampilkan band-band dengan pionnya vokalis yang ganteng, membuat Boyband dan Girlband lambat laun sulit untuk menyesuaikan. Bukan karena music mereka ga bagus, tapi memang apa yang ditampilkan oleh para grup band tadi mempunyai warna-warna music yang baru bagi penikmat music tanah air.

Sekarang ini, gue ngeliat kalo influence dari Korea buat Asia khususnya Indonesia jadi dasar yang kuat buat para cowok dan cewek muda berbakat membuat Boyband atau Girlband.  Karena saat ini demam korea emang udah merajalela deh apalagi anak-anak SMP bahkan anak kuliahan aja masih aja tuh demam hehehhe. Oia, ini sih pendapat gue aja ya.. kalo emang mereka menggunakan momen ini sebagai aji mumpung atau ada juga yang menganggap ini bukan aji mumpung, well.. kalian berhasil kok J

Kemunculan SM*SH di YouTube sekitar akhir 2010 kemarin, mungkin membangkitkan lagi era-era boyband yang udah redup tadi. Mungkin kemunculan mereka juga menjadi titik awal berkembangnya lagi Boyband di Indonesia. Hmm kemunculan mereka itu ga dikit lhoh yang mencibir-cibir.. Jujur yaaahh gue aja pertama kali ngeliat mereka rasanya.. mmm gue hanya berpendapat : ‘sampah ah, aaanjjrrrooott apaan nih? kenapa gayanya gitu sih?’..



Tapi, semakin mereka dicibir dan semakin mereka di enyek sama orang, percaya apa engga hal itulah yang ngebikin orang penasaran pengen liat mereka. Dan? Lihat deh mereka sekarang? Jadi perbincangan dimana-mana. HAHAAHA.. Ga hanya SM*SH ya.. ada juga 7Icon yang menampilkan cewek-cewek cantik dan seksi. Mereka juga terlihat seperti meniru-niru Girlband korea bernama SNSD, kalo tadi si SM*SH kayanya terkesan ngikutin SuJu yah? Trus ada juga Max5, 5Bidadari dan mungkin nantinya akan ada yang lain bermunculan kan? Kita ga akan pernah tau, hehehe.


Well, ngeliat kaya gitu gue sih Cuma pengen berpendapat aja.. Jujur mungkin ga sedikit orang mencibir mereka, dengan penampilan mereka yang seperti itu. Menurut gue sih kemunculan mereka dengan gaya berpakaian yang seperti itu, format music yang berbeda serta formasi Boyband serta Girlband seperti itulah yang membuat mereka diomongin sana sini. Tapi, pernah ga sih kalian pada berpikir kaya apa yang gue pikirin?

Gini nih pikiran gue.. Hmm Indonesia khususnya musiknya selama ini dikuasai oleh grup band dengan format music pop, rock, jazz dan rata itu dalam format grup band tadi. Nah, sekarang muncul deh tuh para cewek dan cowok tadi yang menggebrak itu semua. Mungkin masyarakat merasa kaget? Atau mungkin merasa mm lebih cocok dengan music yang udah ada. Tapi, lambat laun masyarakat kita juga bisa kok beradaptasi dengan keberadaan mereka.

Mungkin gue dulu juga sering mencibir-cibir mereka, but? Kenapa ya kita ga ada salahnya juga ngeliat mereka buat berkarya, buat berkarir. Toh mereka juga memberikan warna baru buat indusri music Indonesia. Beberapa minggu yang lalu gue ke Kuala Lumpur dan pas lagi di sebuah pusat perbelanjaan dan bahkan perjalanan ke airport di radio-radio mereka, memutarkan lagu 7Icon. So? Berarti? Mereka juga membawa hal-hal posirif kan buat Indonesia?

Mungkin emang susah juga kan buat menerima keberadaan mereka. Apalgi orang-orang yang suka banget dengan sebuah aliran music atau bahkan group band. Tapi, gue juga sedang berusaha sih buat bisa menerima keberadaan boyband dan girlband yang sekarang lagi naik daun..Karena apa? Karena gue yakin kok suatu saat nanti mereka bisa memberikan warna music tersendiri bagi Indonesia. Dan, kalo pada caci maki ya itu hak kalian sih, tapi coba liat usaha mereka untuk bisa menghibur kita.. Untuk bisa bernyanyi dan memberikan sesuatu buat Indonesia. Toh, kita secara ga langsung juga sering nyanyiin lagu mereka kan? Bisa jadi bahan refreshing juga kan? Hehehe. Well, gue juga masih berusaha untuk menerima keberadaan mereka, tapi Good job buat mereka yang udah bisa menggebrak music Indonesia.

Feature Pertama & Masuk Koran :D

Pas awal masuk kuliah semester genap kemaren, sempet denger2 gosip segelintingan tentang mata kuliah Menulis Feature. Nah, untuk lulus dalam mata kuliah ini, gue harus bisa masukin tulisan feature gue ke dalam koran. Koran apa aja kecuali koran2 kaya lampu hijau gitu hahaha.

Nah, gue mau sharing tulisan gue aja deh buat yang membaca ya.. Siapa tau dapet informasi yang belum kalian tau hehee :) Silahkan kakak...

FEATURE 1

Bermula dari Teater dan Akan Terus Berkarya di Teater
Oleh Menur Asri Kuning

Kecintaannya terhadap seni peran membuatnya menjadi seorang aktor senior di Indonesia. Slamet Rahardjo, yang semasa kecilnya di panggil Memet ini lahir di Serang, Banten, 21 Juni 1949 memulai kariernya di dunia seni peran bersama Teguh Karya bersama dengan Teater Populer.

“Jogja membentuk pribadi diri saya dari berbagai macam segi.. saya di besarkan di Jogja oleh eyang saya”, tutur Slamet. Ia di asuh dan di besarkan oleh kakek beserta neneknya di sebuah rumah kecil yang berada di Lempuyangan, Yogyakarta. Slamet yang pada saat itu masih berusia 14 tahun diajarkan untuk selalu disiplin dan fokus dalam mengerjakan sebuah hal. “Setiap pagi saya di suruh sama eyang saya untuk menimba air, saya harus bangun lebih awal dibandingkan adik-adik saya..” ungkap Slamet tentang masa kecilnya. Ternyata dibalik itu semua kakek Slamet mengajarkan kedisiplinan dan juga konsisten terhadap suatu pekerjaan.“Banyak orang belajar loncat-loncat, dengan ini saya diajarkan untuk konsisten dan konsentrasi terhadap sebuah pekerjaan, maka eyang saya bilang kita akan menjadi ahli dalam bidang itu”. Ungkap Slamet.
Dibesarkan oleh kakek yang fanatik terhadap agama membuat Slamet mempunyai basic moral yang cukup kuat. Selain itu dengan ajaran agama yang di terapkan oleh kakeknya, Slamet dikenalkan juga oleh seni dan budaya. “Tidak mungkin orang mengenal agama tanpa mengenal budaya terlebih dahulu”, tutur Slamet. Kakek Slamet adalah seorang kyai di Yogyakarta dan juga seorang yang sangat mengapresiasi tentang seni dan budaya. Slamet di ajarkan untuk mencintai seni dan budaya, diperkenalkan dengan ketoprak, wayang kulit serta berbagai macam seni menari.
Setelah dewasa, Slamet memberanikan diri untuk keluar dari Yogyakarta dan hijrah ke Jakarta. “Dengan penanaman nilai agama yang cukup kuat, serta pengenalan seni dan budaya yang begitu besar terhadap diri saya, saya merasa mempunyai bekal yang cukup untuk bisa mandiri dan berkarya..” ujar Slamet. Kesenian merupakan jawaban dari hati seorang Slamet Rahardjo dalam menjalakan kehidupannya. Selain itu, harapan besar terhadap dirinya dari kakeknya tergambar dari nama yang diberikan sang kakek terhadapnya. “Jadi, kakek saya itu memberi nama saya Slamet Rahardjo, artinya adalah selamat dan makmur, tapi berhubung saya anak pertama jadi maknanya agak lebih besar karena sesungguhnya nama saya itu mengandung amanat dan juga perintah, jangan Cuma mencari selamat untuk mendapatkan suatu kemakmuran”, ungkap Slamet. Harapan besar dan nilai-nilai  yang diberikan sang Kakek, akhirnya Slamet pun mempunyai tekad untuk dapat bertanggung jawab, disiplin dan berani mengambil resiko.
Sesampainya di Jakarta, Slamet banyak menimba ilmu di dunia seni peran yaitu di Akademi Teater Nasional Indonesia dan Akademi Film Nasional Jayabaya hingga sekitar tahun 1968 ia bertemu dengan Teguh Karya. Kedua sekolah seni peran tersebut ternyata tidak dilakukan Slamet hingga tuntas. “Saya menyadari bahwa nampaknya Tuhan tidak mengijinkan say sekolah formal”, tutur Slamet. Ketika ia datang ke rumah Teguh Karya, buku-buku Teguh Karya menjadi sasaran baginya untuk mencari ilmu.
Alm.Teguh Karya banyak mengolah dan membentuk pribadi Slamet Rahardjo sebagai seorang seniman panggung. Menurutnya, Teguh Karya pada saat itu menilai dirinya sebagai pribadi yang mempunyai pemikiran dan analisa yang cukup dalam tentang kesenian. “Kamu mempunyai bakat-bakat dalam betutur, itulah ungkapan Teguh Karya kepada saya..” tutur Slamet. Slamet mengaku bahwa ia adalah seorang yang pemalu, entah bagaimana pada saat itu Slamet pun mendapatkan dukungan yang cukup kuat dari Teguh Karya. Hingga pada akhirnya, Slamet mempuyai keberanian untuk tampil pada pegelaran Teater Populer tahun 1969 dengan lakon “The Ghost” (Hantu). “Saya juga tidak tau mengapa, tiba-tiba ada pemberitaan setelah saya main dalam teater itu, berbunyi ‘Seorang Aktor  telah Lahir’”, tutur Slamet. Sejak saat itu, ia di anggap seperti Golden Boy dalam seni peran, karena pembawaannya dalam perannya yang selalu luwes, bebas dan juga tidak seperti kebanyakan pemain teater pada umumnya. Baginya teater merupakan sebuah tempat dimana manusia bisa mempelajari sebuah kehidupan, apabila dia mau memahami betul peran tersebut dan penerapannya dalam kehidupan. Slamet terus belajar kepada Teguh Karya. “Pak Teguh itu sampai heran dan bingung, kenapa saya terus belajar dengan beliau padahal beliau terus menyuruh saya untuk belajar kepada orang lain, dengan santai saya selalu bertanya seperti ini, ‘ilmu bapak belum habis kan? Saya gali terus, saya timba terus’..” tutur Slamet.
Setelah kariernya mulai menanjak di seni teater, Slamet mencoba untuk berakting di film. Film Ranjang Pengantin (1974) merupakan film yang membuat akting Slamet diperhitungkan dalam dunia perfilman. Melalui aktingnya di film itu, Slamet mendapatkan sebuah penghargaan yaitu Piala Citra sebagai pemeran aktor terbaik. “Walaupun saya menang piala, tapi pak Teguh itu biasa aja, saya sampai heran.. justru beliau menyuruh saya membuang sampah pakai gerobak sampah ketika tayangan ulang saya di televisi pada acara piala citra tersebut”, ungkap Slamet. Ia pun menyadari, maksud dari sikap Alm.Teguh Karya pada saat itu adalah agar Slamet menjadi pribadi yang tidak mudah puas dalam berkarya, tidak sombong dan tetap rendah diri.
Kecintaannya pada dunia seni perang terus membuat Slamet berkarya dan berkarya. “Pak Teguh juga mengajarkan untuk terus bekarya dan juga belajar”, tutur Slamet. Hal tersebut membuat Slamet semakin penasaran dan mencoba mencari tahu sendiri mengenai bidang yang ia geluti. “Saya itu suka baca, semua buku saya baca apalagi yang berkaitan dengan seni peran dan teater, mau yang bahasa Indonesia sampai bahasa Inggris, saya dulu ga pernah belajar bahasa Inggris saya belajar sendiri, kamus saya sampai jebol, rusak” ungkap Slamet. Dari kesenangannya membaca itulah ia mempunyai banyak ilmu dan juga referensi. Dengan demikian semakin banyaklah karya-karya yang dibuat bersama Alm.Teguh Karya baik dalam film ataupun seni peran. Dengan kesenangannya juga dalam membaca, ia mengakui bahwa lebih menghargai berbagai macam aspek kehidupan. Banyak ilmu bisa di petik dari berbagai macam aspek kehidupan.
Slamet juga pernah mencoba untuk berkarya di dunia politik bersama adiknya Eross Djarot. Namun, menurutnya dunia tersebut dirasa kurang pas dengan pribadinya. “Saya bilang sama Eross, ‘udah deh lu aja yang begini, gue gak cocok kayanya’, saya rasa kesenian itu lebih aman, lebih baik bagi saya, lebih jujur.. kok kayanya kalau politik banyak intrik sana sini”.. tutur Slamet.
“Saya lahir dari teater, saya hidup di teater, saya akan terus berkarya di dunia teater, walaupun saya juga orang film, film menurut saya adalah suatu kemajuan tekhnologi kehidupan, tapi saya lebih menyukai teater karena dari sana saya banyak mendapatkan ilmu, akhlak tentang kehidupan”, ungkap Slamet. Saat ini Slamet lebih banyak menghabiskan waktunya di Teater Populer yang berada di Kebon Pala II, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kecintaannya pada dunia seni peran membuatnya terus berkarya dan membagi ilmunya kepada setiap orang yang ingin belajar. Menurut adik kandungnya yang juga bersama Slamet bekerja di Teater Populer, Hendro Djarot, Slamet Rahardjo merupakan sosok kakak dan teman baginya. “Mas Slamet itu bagi saya adalah sosok seorang kakak dan juga teman bagi saya, kecintaannya terhadap budaya dan seni membuat banyak hasil karyanya selalu bisa membuat orang tidak pernah lupa akan sosoknya. Saya sebagai adik patut bangga mempunyai kakak yang hebat seperti beliau”, tutur Hendro.
Hal-hal yang sudah ditanamkan oleh sang kakek untuk tetap konsentrasi dan fokus dalam menjalankan suatu pekerjaan memang dapat membuat Slamet menjadi seorang ahli dalam bidangnya. Belum lama ini, ia mengadakan sebuah pementasan dalam acara Pasar Seni Lukis Indonesia (PSLI) 2011 di Surabaya. Dengan lakon “Penagih Hutang”, Teater garapannya ini berhasil meramaikan acara PSLI tersebut dan dapat memukai hati para pecinta seni di Surabaya. “Pak Teguh selalu bilang dan saya juga selalu menanamkan terhadap diri saya serta semua actor yang main di dalam teater bahwa mereka harus paham terhadap permasalahan yang sedang dibahas dalam naskah, lalu dikorelasikan dengan realita yang kini terjadi.” Tutur Slamet.
Dukungan dari Istri tercinta, Mira Suryanegara dan juga kedua anaknya Laras dan Kasih membuat Slamet mempunyai ruang yang luas dalam mengembangkan kecintaannya dalam seni peran ini. Dengan keberhasilan yang sudah diraih ini, Slamet pun tidak mau menjadi tinggi hati. Ia mengatakan bahwa ia akan terus menjadi orang yang terus belajar, belajar dan belajar. “Pribadi saya, andai kata maut belum menjemput saya, saya itdak akan meminta. Sumpah terhadap diri saya sendiri, untuk meminta saja sepertinya agak berat. Saya selalu rendah hati, agar kesombongan-kesombongan yang tinggi tadi mempunyai imbangan. Jadi ada keseimbagan dalam hidup saya”, ujar Slamet.
Menur Asri Kuning

FEATURE 2

“Soto Mie dan Soto Betawi Bang Simin

B

ermula dari berjualan bensin eceran, gorengan hingga es kelapa sudah pernah di jalani oleh bang Simin (57). Bang Simin dan istrinya mpok Inah (47) memulai perjalanan hidupnya sebagai pedagang serabutan. Kehidupan mereka semakin sulit dengan hadirnya tiga orang anak, menuntut bang Simin beralih usaha dengan berjualan soto mie. Dimulai dari warung yang sederhana, kini warung semi permanen menambah menu soto betawi yang dikenal banyak orang dengan nama warung “Soto Bang Simin”.

Bagi sebagian warga Munjul dan sekitarnya, apabila mendengar Soto Mie dan Soto Betawi, pastinya yang terlintas adalah Warung Soto Mie dan Soto Betawi Bang Simin. Warung soto yang selalu ramai dikunjungi pembeli ini memang sudah menjadi andalan warga Munjul dan sekitarnya.
Sejak tahun 1995, bertempat di depan salah satu gang di daerah Munjul Jakarta Timur, bang Simin mulai mengembangkan usahanya. “Gara-gara waktu itu musim ujan, jadi saya berpikir dagang apa nih saya? Kalau musim panas laku, musim ujan juga laku”, ungkap bang Simin, dengan logat Betawinya menceritakan mengapa ia memutuskan untuk berjualan soto. Awal pertama kali membuka warungnya, bang Simin mengatakan bahwa penghasilannya hanya cukup untuk makan saja, tidak lebih dari itu. Dengan kesabaran dan semangat untuk terus mengembangkan usahanya tersebut, akhirnya pada tahun 2003 usaha bang Simin mulai menampakkan hasilnya. “Waktu itu ya gara-gara omongan dari mulut ke mulut”, kata mpok Inah. Dari mulut ke mulut itulah soto bang Simin perlahan-lahan mulai mendapatkan tempat di masyarakat Munjul dan sekitarnya. Awalnya bang Simin menjual sotonya dengan harga Rp 1000,- per porsi pada tahun 1995. Saat ini soto bang Simin dijual dengan harga Rp 10.000,- per porsi. Walaupun dengan harga yang cukup mahal namun pembeli dan pelanggan tidak pernah bosan untuk terus datang ke warung soto ini.

Berkembangnya Usaha
“Ditahun 2003  itu mulai masuk koran Suara Pembaruan, trus Trans TV pada dateng, nah mungkin dari situ juga orang-orang baca ada soto enak di Munjul, jadinya pada penasaran kan, terus banyak yang dateng akhirnya”, kata bang Simin. Setelah banyaknya pemberitaan tentang enaknya soto bang Simin, tidak hanya orang-orang sekitar Munjul saja yang datang ke warung bang Simin. Bahkan bang Simin menceritakan sampai orang-orang yang tinggal di daerah Kelapa Gading hingga Wakil Gubernur DKI Jakarta, Bapak Prijanto juga pernah mampir untuk mencicipi panganan khas Betawi ini.
Omset yang sekarang didapatkan bang Simin tiap harinya bisa mencapai Rp 10 juta. Dengan membuka warungnya tersebut bang Simin juga membuka lapangan pekerjaan bagi keluarganya. Dengan penghasilan yang di dapat, bang Simin juga merenovasi warungnya. Dahulu warung bang Simin hanya terbuat dari sebuah bambu, bisa dikatakan hanyalah sebuah gubug dengan lantai tanah. Namun saat ini warung bang Simin sudah terbuat dari semen yang kokoh, lantai keramik yang bagus  tanpa mengurangi unsur Betawi dari warung tersebut.
Tak sedikit jumlah karyawan yang sekarang bekerja di warung bang Simin. Karyawan yang bekerja saat ini berjumlah 12 orang, dua diantaranya bukan dari keluarga bang Simin. Cabang warung bang Simin saat ini ada di daerah Bintaro dan bang Simin  akan buka cabang lagi di daerah Jakarta Utara. “Soalnya di daerah utara, banyak tuh Betawi-betawi Cina yang demen soto begini”, kata bang Simin mengenai alasan mengapa ia ingin membuka cabang di daerah Jakarta Utara.

Suka dan Duka
Suka duka berjualan soto juga sempat dialami bang Simin. “Suka duka mah pasti ada dek, dimana-mana mah ada pasti, kadang kalo lagi rame ya kita seneng, tapi kalo sepi kadang sedih juga”, ungkap bang Simin. “Kadang suka ada pembeli yang cerewet gitu, tapi kita mah ladenin aja, sabar gitu”, tambah mpok Inah. Dahulu sebelum mencapai sukses yang seperti ini, bang Simin merasakan susahnya menjual satu kilogram daging untuk sotonya hingga larut malam. “Sampe malem bapak sampe bengong nungguin pembeli”, kata bang Simin.
Sepasang suami-istri  yang memang sudah merasakan pahit manisnya kehidupan bersama ini, terus mengembangkan usahanya hingga menjadi sukses seperti sekarang ini. Bang Simin dan mpok Inah tidak pernah menyerah walaupun banyak saja gossip atau berita-berita yang tidak benar tentang usahanya tersebut. “Yaa banyak aja neng, ada yang bilang saya masak pake celana dalemlah, atau apalah.. ya tapi ibu mah sabar aja neng, orang kita pan jualan juga jujur aja” tutur mpok Inah menanggapi berbagai berita tentang usahanya dan suaminya tersebut. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi padi, semakin kencang juga anginnya, tetapi hal tersebut dapat di atasi oleh bang Simin dan juga mpok Inah. Saat ini warung bang Simin selalu ramai di kunjungi. Tidak hanya weekend saja, bahkan di hari kerja pun warung bang Simin selalu ramai di kunjungi.

Pelanggan
Menurut salah satu pelanggan soto bang Simin, Aryo (23) mengatakan kalau ia hampir setiap hari mampir ke warung bang Simin ini. “Yaa hampir tiap hari sih mampir kesini, rasa sotonya itu khas banget dan kayanya juga susah nemuin soto mie atau soto Betawi tuh yang kayanya pas gitu rasanya di lidah” ungkap Aryo yang mengaku sudah menjadi pelanggan tetap dari soto buatan bang Simin ini.
Hal serupa juga diungkapkan oleh, Titi (49) warga Munjul ini juga sering membeli soto buatan bang Simin ini. Harga yang dipatok oleh bang Simin pun tak menjadi masalah bagi Titi. Titi lebih sering membeli soto dengan porsi yang banyak untuk keluarga. “Kalau saya mampir makan disini sendiri, saya pasti beli dibungkus buat keluarga dirumah. Soalnya, satu rumah kayanya udah pada suka banget sama sotonya bang Simin. Ga masalah harga mahal juga tapi kalau kualitas makanannya enak”.

Keluarga
Tiga orang anak bang Simin dan mpok Inah berhasil disekolahkan hingga lulus jadi sarjana. “Kalo kata orang Betawi kan kalo mau ngawinin anak kan kudu jual tanah, tapi kalo bapak mah jual soto”, ungkap bang Simin yang menceritakan tidak hanya bisa meluluskan ketiga anaknya menjadi sarjana saja, bahkan hingga membiayai pernikahan ketiga anaknya adalah hasil dari berjualan soto tersebut. “Ibaratnya mah, saya ‘modal dengkul’ aja jualan ini”,  tutur bang Simin. Anak laki-laki pertama bang Simin saat ini banyak membantu bang Simin di warungnya, karena ia lebih suka membantu bang Simin untuk meneruskan usahanya.
Warung yang selalu ramai dengan pembeli ini pastinya mendatangkan kesuksesan yang luar biasa bagi keluarga bang Simin. Namun, keseharian bang Simin tidak ada yang berubah. Bang Simin masih menjadi seorang yang sederhana, ramah dan tidak sombong. Saat ini bang Simin dan istrinya, lebih banyak menghabiskan waktu mereka di rumah yang sederhana dengan aksen Betawi yang khas bersama ke-enam cucu mereka.
Bang Simin pun mempunyai cita-cita untuk tetap melestarikan makanan khas Betawi ini. “Kalo perlu sih neng, bapak sih pengen banget buka cabang sampe ke luar kota, biar semua orang bisa nyicipin dan semua orang juga tau kalo makanan Betawi yang satu ini kaga pernah ade matinye neng..”


Jumat, 01 Juli 2011

Tugas UAS Yang Bikin Gila.. SBI

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena akhirnya makalah yang dalam proses penulisannya banyak membutuhkan pengorbanan waktu dapat terselesaikan berkat bimbingan dan anugerah-Nya.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat kelulusan dari mata kuliah Sistem Budaya Indonesia tahun perkuliahan 2011. Kami sebagai tim penyusun yang terdiri dari Menur Asri Kuning (0906561566), Santika Aristi 0906637241 yang merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) angkatan 2009. Dan juga Tita Adelia (1006664363) mahasiswa Ilmu Politik FISIP UI 2010 serta Andre Satrya (1006664344) yang merupakan mahasiswa Ilmu Sosiologi FISIP UI 2010. Mempunyai rasa terimakasih yang sebesar-besarnya bagi para pihak yang telah mendukung kami dalam menyusun makalah ini.
Pada kesempatan pertama, kami menghaturkan ucapan terimakasih kepada dosen Sistem Budaya Indonesia (SBI) kami yaitu, Dra. Sri Murni M.Kes yang telah berjasa sebagai dosen dalam mata kuliah tersebut. Beliau juga yang telah membantu kami untuk memilih Suku Damal sebagai fokus pembahasan tentang kebudayaan pada makalah ini. Beliau  telah berperan besar dalam perjalanan kami dalam menuntut ilmu, khususnya dalam bidang Ilmu Antropologi.
Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada teman-teman mahasiswa kelas SBI tahun 2011 atas segala saran dan juga kerjasamanya selama satu semester ini. Setiap kritik dan saran yang disampaikan oleh teman-teman dalam presentasi kami dan juga makalah kami dapat kami jadikan sebuah pembelajaran baru bagi kami. Dengan demikian kami juga mampu memahami lagi dengan baik tentang pembelajaran yang berhubungan dengan Ilmu Antropologi ini.
Selanjutnya, kami juga mengucapkan terimakasih dengan adanya keberadaan situs-situs jejaring sosial yang dapat memudahkan kami mencari referensi terkait untuk makalah ini.
Akhirnya kami sebagai tim penyusun ingin menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada keluarga kami, khususnya kepada orang tua kami yang telah memberikan dukungan moriil doa selama kami menempuh pendidikan di kampus dan juga selama kami menghadapi Ujian Akhir Semester Genap 2011 ini.

Semoga makalah ini bermanfaat dan juga dapat memenuhi syarat kelulusan pada mata kuliah SBI yang di bimbing oleh Dra. Sri Murni M.Kes serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi pembangunan bangsa. Amin.

Jakarta, Mei 2011

Tim Penyusun

























BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan
Sebagai mahkluk sosial yang berkumpul dan menetap tentunya manusia mengadakan interaksi terhadap sesamanya. Dan selain berinteraksi dengan sesamanya tentunya manusia juga mengadakan interaksi terhadap linkungan alam diamana ia tinggal. Didalam interaksi itu yang dilakukan terus-menerus bahkan dapat menimbulkan sesuatu hal/kebiasaan dalam lingkungan masyarakat yang berulang dan menjadi kebiasaan atau diturunkan kepada masyarakat selanjutnya, hal ini kerap dikenal dengan istilah Kebudayaan.

Manusia
Terbentuknya sebuah kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari keberadaan manusia dan masyarakat. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial dan juga makhluk individu. Manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu membutuhkan manusia lainnya untuk menjalani sebuah kehidupan di muka bumi ini.
Manusia sebagai makhluk individu. Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas. Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individi ada unsur jasmani dan rohaninya, atau  ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana eorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok
Sosial yang lebih besar..Karakteristik yang khas dari seseorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang.
Manusia sebagai makhluk sosial. Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu :
a)      Manusia tunduk pada aturan, norma sosial
b)      Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain
c)      Manusia  memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d)     Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup ditengah-tengah masyarakat

Masyarakat
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dsb manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat.
Ada beberapa pengertian tentang masyarakat yang diungkapkan para ahli, diantaranya :

“Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan”.
-Selo Soemardjan
“Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.”
-Karl Marx
“Masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.”
-Emile Durkheim
“Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.”
 -Paul B. Horton & C. Hunt[1]
Suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan
-(Soerjono Soekanto, 1983)


Tentunya saja terbentuknya suatu masyarakat tidak terjadi begitu saja. Terbentuknya suatu masyarakat mempunyai beberapa syarat, diantaranya :
a)      Sebuah masyarakat minimal beranggotakan dua individu atau manusia
b)      Sebuah anggota masyarakat hendaknya sadar dengan keberadaannya sebagai sebuah kesatuan
c)      Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.
d)     Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan
Kebudayaan merupakan suatu unsur yang terdapat di setiap masyarakat. Kebudayaan terbentuk karena ada masyarakat yang mewariskannya dari generasi satu ke generasi lainnya sehingga menjadi kegiatan yang berpola dan kemudian menjadi sebuah kebiasaan. Menurut Koentjaraningrat (2000:181) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sangsakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat, mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. Jadi, kebudayaan atau disingkat “budaya”, menurut Koentjaraningrat  merupakan “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.”[2]
Lebih sepesifik lagi, E. B Taylor, dalam bukunya “Primitive Cultures”, mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.” (Setiadi, 2007:27).[3]
Kebudayaan timbul ketika makhluk-makhluk yang hidup di jaman dahulu kala mulai berjuang melawan alam untuk mempertahankan hidup dan menambah jumlah jenisnya dengan perkembang biakan. Mereka berjuang menghadapi alam dan tantangan hewan-hewan dengan menggunakan alat-alat serta membuatnya menurut keahlian mereka pada jaman yang bersangkutan.
Di Indonesia sendiri, memiliki berbagai corak kebudayaan yang berbeda-beda. Bahkan jika dipersempit di Indonesia memiliki banyak sekali perbedaan kebudayaan di setiap daerah dari sabang hingga merauke. Apabila di telaah lebih dalam lagi, tentunya saha kebudayaan ini sangatlah wajar, kaena perbedaan yang dimiliki oleh faktor alam, manusia itu sendiri dan berbagai faktor lainya yang menyebabkan berbagai corak kebudayaan tersebut.
Kebudayaan tidak mungkin terbentuk begitu saja. Ada beberapa unsur pendukung terbentuknya suatu kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaan tersebut antara lain :

a)      Bahasa
Bahasa merupakan salah satu segi kebudayaan. Bahasa juga di duga sebagai dasar dari kebudayaan. Tanpa bahasa kebudayaan tidak dapat berkembang. Bahasa dapat di pandang sebagai alat untuk mengembangkan dan meneruskan kebudayaan, disamping alat-alat lain. Misalnya tiwayat bahasa Indonesia; riwayat bahasa Indonesia tidak lepas dari sejarah bangsa Indonesia sendiri.
Corak bahasa di pengaruhi oleh lingkungan masyarakat pemakainya (speech communities). [4] Melihat kepada lingkungan pemakaiannya, bahasa dapat lagi di bagi atas; bahasa yang di pakai dalam rumah tangga, bahasa pergaulan sehari-hari (misalnya; logat (dialek) setempat dan bahasa nasional (bahasa Indonesia)).

b)      Sistem Pengetahuan
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan.Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
§   pengetahuan tentang alam
§   pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
§   pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
§   pengetahuan tentang ruang dan waktu

c)      Organisasi Sosial
Pada umumnya organisasi sosial, merupakan suatu bentuk organisasi yang istimewa[5]. Oleh karena itu, studi tentang organisasi sosial merupakan salah satu bidang ilmu yang berhunungan dengan hubungan timbal balik di antara semua makhluk.
Jadi, organisasi sosial disini dilihat sebagai kategori umum. Salah satu dari padanya iala organisasi sosial manusia. Pada pokoknya dapat dikatakan bahwa organisasi sosial di jalinan hubungan-hubungan yang terdapat pada makhluk-makhluk.

d)      Sistem Tekhnologi
Tekhnologi juga disebut kebudayaan materiil. Tekhnologi atau kebudayaan materiil adalah bagian dari kebudayaan. Namun demikian ada pulang yang membedakan antara tekhnologi dan kebudayaan materiil. Bahkan dikatakan bahwa kebudayaan materiil adalah hasil dari tekhnologi. Pendapat demikian diajukan oleh R.Beals dan H.Hoijer dalam buku mereka yang berjudul “An Introduction to Anthropology”. [6]
Kemajuan tekhnologi suatu masyarakat atau bangsa, selain dari adanya sumber bahan-bahan mentah, juga di dorong oleh taraf ilmu yang di miliki oleh pandai-pandai tekhnik.

Pembagian Tekhnologi : [7]
Tekhnologi dapat di bagi-bagi atas :
1.      Teknik Perolehan; yaitu alat-alat yang digunakan untuk memperoleh sesuatu hasil; misalnya pisau, kail dll.
2.      Teknik Pabrikasi; yaitu alat-alat yang digunakan untuk membuat suatu perkakas, misalnya mesin, kikir, ububan, dll.
3.      Teknik Konsumsi; misalnya makanan, pakaian, alat-alat rumah tangga, rumah dll.
4.      Teknik Distribusi, a.l alat-alat pengangkutan.

e)      Kesenian
Kesenian adalah salah satu segi dari kebudayaan. Hubungannya dengan segi-segi kebudayaan lain tidak dapat diabaikan, begitu juga mengenai peranan dan seluk beluknya. Kalau di lihat fungsi kesenian, disamping sebagai hasil budaya seperti hal-halnya dengan aspek kebudayaan lain, kesenian juga mempunyai hubungan dengan kepercayaan atau upacara; disamping itu juga mempunyai fungsi komunikasi dan fungsi rekreasi atau pendidikan.

f)        Sistem Mata Pencaharian
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
§  Berburu dan meramu
§  Bercocok tanam di ladang
§  Menangkap ikan

g)      Sistem Religi
Dalam antropologi yang di pelajari adalah bagaimana pengaruh timbale balik antara masyarakat dengan religi dalam lingkungan setempat. Jadi yang di sorot adalah fungsi sosial dan kulturil dan juga religi[8]. Definisi religi sendiri tergantung dari sudut pandangan dari perumusannya. Diantara sekian banyak rumusan tentang relifi, salah satu diantaranya ialah seorang antropolog dari generasi terdahulu. Definisi tersebut berasal dari E.B Tylor. Inti dari perumusan yang beliau kemukakan sederhana sifatnya.
..Religi adalah kepercayaan kepada kekuatan gaib (a belief in spriritual beings)
-E.B Tylor
Menurut beliau yang menjadi latar belajang dari religi suku-suku bangsa itu ialah kepercayaan kepada kekuatan gaib yang dianggap sebagai kekuatan yang menghayati atau member khidupan kepada alam semesta (animisme). Teori animisme dari Tylor merupakan teori termahsyur di kalangan ilmu pengetahuan[9].

Unsur-unsur tersebut bersifat universal. Dalam arti kata lain unsur tersebut berlaku diseluruh dunia. Fungsi dari unsur-unsur tersebut adalah untuk memuaskan suatu rangkaian hasrat dan naluri akan kebutuhan hidup manusia atau basic human needs.

1.2  Dimensi Wujud Kebudayaan
Pada dasarnya kebudayaan mempunyai wujud yang abstrak dan juga ada yang nyata bentuknya. Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a)      Gagasan
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
b)     Aktivitas
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

c)       Artefak
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

 Dari ketiga wujud kebuudayaan ini tidak dapat dipisahkan dengan wujud kebudayaan yang lain. Karena suatu wujud yang ideal seperti gagasan akan mengatur dan memberi suatu arahan berupa aktivitas dan yang nantinya akan menghasilkan sebuah karya kebudayaan oleh manusia.



BAB II
PEMBAHASAN
Etnografi Papua, Indonesia
Ciri / Karakteristik kesenian asli suatu kelompok masyarakat / suku bangsa dipengaruhi oleh lingkungan alam dimana kelompok tersebut bermukim dan juga dipengaruhi migrasi. Khusus untuk kesenian tradisional Papua, ciri dan karakteristiknya dibentuk oleh kondisi alam yang ada di Papua. Kondisi alam papua terbagi kedalam 4 zona ekologis, yaitu :
1.      Zona Rawa, Pantai dan Sepanjang Aliran sungai; meliputi: daerah Asmat, Jagai, Marind-Anim, Mimika dan Waropen.
2.      Zona Dataran Tinggi; meliputi: orang Dani, orang Damal, Ngalun dan orang Ekari/Mee.
3.      Zona Kaki Gunung dan Lembah-Lembah Kecil; meliputi : daerah Sentani, Nimboran, Ayamaru dan orang Muyu.
4.      Zona Dataran Rendah dan Pesisir; meliputi : Sorong sampai Nabire, Biak dan Yapen.

Empat zona ekologis tersebut di atas, sangat mempengaruhi unsur-unsur budaya pada kelompok-kelompok etnis / suku bangsa yang mendiami 4 zona ini, seperti : sistem mata pencaharian sistem peralatan atau teknologi tradisional, sistem religi, sistem pengetahuan, bahasa dan kesenian.[10]
Setiap suku bangsa yang mendiami zona tersebut di atas memiliki unsur kesenian, namun unsur kesenian dari setiap suku bangsa tersebut tidak sama ( satu suku dengan suku lainnya berbeda) sesuai dengan kondisi alam dimana suku itu bermukim.
Mengapa seni dipengaruhi alam ? Karena seni adalah peniruan alam dalam bermacam-macam bentuk yang indah dan menyenangkan. Selain itu, seni merupakan kreatifitas dari seseorang untuk menciptakan suatu karya yang akhirnya diakui oleh masyarakat secara keseluruahan. Hal demikian diperkuat oleh teori Plato, yaitu : seni yang dihasilkan sifatnya naturalistik, artinya ketepatan bentuk alam sangat diutamakan dalam penciptaan. Sedangkan menurut teori imitasi batasan seni kurang lebih berbunyi sebagai berikut :


·         Seni adalah peniruan alam dengan segala segi-seginya.
·         Seni adalah suatu kemahiran atau kemampuan meniru alam menjadi bentuk-bentuk yang indah.
·         Seni adalah peniruan alam dengan segala segi-seginya menjadi bentuk yang menyenangkan.

Selain itu, menurut Haviland, seni adalahpenggunaan kreatif imajinasi manusia untuk menerangkan, memahami, dan menikmati kehidupan.
Dalam beberapa kebudayaan suku bangsa, Seni di gunakan untuk keperluan yang dianggap penting dan praktis. Kesenian disamping menambah kenikmatan pada hidup sehari-hari , kesenian yang beraneka ragam mempunyai sejumlah fungsi, yaitu antara lain:
·         Menentukan prilaku yang teratur ,
·         Meneruskan adat kebiasaan dan nilai-nilai kebudayaan,
·         Menambah eratnya ikatan solidaritas masyarakat yang bersangkutan,
·         Sebagai media komunikasi dan media ekspresi kehidupan yang dihayati secara kolektif,
·         Dan lain-lainnya.

Khusus di Papua, kesenian tidak terlepas dari unsur lain. Misalnya setiap upacara adat, seperti : upacara yang diselenggarakan dalam upacara lingkaran hidup individu / manusia (life cycle rites), upacara pembukaan lahan baru, panen, bepergian dan lain-lainnya selalu disertai dengan kegiatan seni ( seni tari, musik / inntrumen, vokal, sastra dan lainnya). Dalam upacara adat disertai dengan tarian dan nyanyian-nyanyian adat serta diiringi instrumen tradisional.
Kondisi sistem social dan budaya yang dimiliki secara tradisional oleh kelompok masyarakat asli yang mendiami empat zona tersebut di atas dapat berubah apabila terjadi suatu akulturasi, yaitu adanya kontak budaya antara budaya asli dengan budaya asing / luar. Ada tiga factor yang menurut prof. Budi Santoso dapat mempengaruhi atau merubah suatu kebudayaan yaitu : factor pendidikan, Industri dan Pariwisata. Selain itu, kehadiran perusahan pada suatu tempat atau wilayah tertentu dapat mempengaruhi pula kondisi social dan budaya masyarakat sekitar perusahaan tersebut.[11]
Koentjaraningrat mengelompokkan masyarakat Papua berdasarkan letak geografis dan mata pencahariannya menjadi tiga yaitu :
·         Penduduk Pantai dan Hilir
Kelompok ini telah mengadakan kontak dengan dunia modern/luar kurang lebih 100 tahun yang lalu, dan sudah beragama Kristen dan Roma Khatolik. Mereka sudah mengalami pendidikan formal dan kebutuhan hidup tergantung pada pasar dengan sumber alam yang
melimpah.

·    Masyarakat Pedalaman
Kelompok-kelompok kecil yang tinggal di sepanjang sungai, di hutan-hutan rimba. mereka adalah peramu yang sering berpindahpindah tempat tinggal, jumlah penduduknya tidak besar. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang-oranng Bauzi , Kerom, Waropen atas, Asmat hulu dan lain-lain.

·         Masyarakat Pegunungan Tengah.
Kelompok masyarakat ini terdidri dari beberapa suku bangsa yang tinggal di lembah-lembah, di pengunungan tengah yang terdiri daripegunungan Mooke, Sudirman. Dalam keadaan   mereka ini pada umumnya tinggal di kebupaten Paniai dan Jayawijaya, jumlah
penduduknya cukup padat. Pemeliharaan ternak babi dan pembudidayaan Ubi jalar merupakan kegiatan ekonomi yang maha penting (Giay.B; 1996, 4-5). Sedangkan kalau kategori suku bangsa berdasarkan bahasa maka ada 271 lebih suku bangsa berarti, ada 271 lebih kebudayaan (Indek of Linguage, SIL, 1988, Jayapura)

Dengan konsep mengenai manusia, masyarakat dan juga kebudayaan seperti yang sudah di jelaskan di bab sebelumnya. Kami mencoba mengulas sebuah kebudayaan yang berasal dari Papua, Irian Jaya. Kami mengambil sebuah suku bangsa bernama Suku Damal yang berada di Papua.
Menurut Koentjaraningrat (1994) kebudayaan di Papua menunjukkan corak yang beraneka ragam yang disebut sebagai kebhinekaan masyarakat tardisional Papua. Dalam kepustakaan Antropologi, Papua dikenal sebagai masyarakat yang terdiri atas suku-suku bangsa dan suku-suku yang beraneka ragam kebudayaannya.
Menurut Tim Peneliti Uncen (1991) telah diidentifikasi adanya 44 suku bangsa yang masing-masing merupakan sebuah satuan  masyarakat, kebudayaan dan bahasa yang berdiri sendiri. Sebagian besar dari 44 suku bangsa itu terpecah lagi menjadi 177 suku. Menurut Held (1951,1953) dan Van Baal (1954), ciri-ciri yang menonjol dari Papua adalah keanekaragaman kebudayaannya, namun dibalik keanekaragaman tersebut terdapat kesamaan ciri-ciri kebudayaan mereka. Perbedaan-perbedaan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Papua dapat dilihat perwujudannya dalam bahasa, sistem-sistem komunikasi, kehidupan ekonomi, keagamaan, ungkapan-ungkapan kesenian, struktur pollitik dan struktur sosial, serta sistem kekerabatan yang dipunyai oleh masing-masing masyarkat tersebut sebagaimana terwujud dalam kehidupan mereka seharihari. [12]
Walaupun terdapat keanekaragaman kebudayaan masyarakat di Papua, tetapi diantara mereka itu juga terdapat ciri-cirinya yang umum dan mendasar yang memperlihatkan kesamaan-kesamaan dalam inti kebudayaan atau nilai-nilai budaya mereka. Held mengatakan bahwa kebudayaan orang Papua bersifat longgar. Strukturnya yang longgar itu disebabkan oleh ciriciri orang Papua pada umumnya “Improvisator kebudayaan“, yaitu mengambil alih unsur-unsur kebudayaan dan menyatukannya dengan kebudayaannya sendiri tanpa memikirkan untuk mengintegrasikannya dengan unsur-unsur yang sudah ada dalam kebudayaannya, secara menyeluruh (Parsudi Suparland, 1994). [13]Van Baal (1951) mengatakan bahwa ciri utama kebudayaan Papua adalah tidak adanya integrasi yang kuat dari kebudayaan-kebudayaan mereka. Ciri-ciri kebudayaan tersebut muncul karena kebudayaan orang Papua yang rendah tingkat teknologinya dan yang dihadapkan pada lingkungan hidup yang keras sehingga dengan mudah menerima dan mengambil alih suatu unsur kebudayaan lain yang lebih maju atau lebih cocok.
Kebudayaan-kebudayaan Papua juga terbentuk atas interaksi diantara masyarakat-masyarakat Papua dan masyarakat di luar Papua. Interaksi dalam kategori yang terakhir diulas panjang lebar oleh Koentjaraningrat (1994). Dalam awal kontak interaksi yang memberi dampak dalam kehidupan penduduk Papua dengan akibat terjadinya perubahan-perubahan kebudayaan mereka adalah kontak interaksi dengan para pedagang yang mencari burung Cenderawasih dan menukarnya dengan kain Timor dan Manik-manik, para penyebar agama Kristen dan Katholik, yang mengkristenkan mereka melalui pendidikan formal dengan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantarnya; Penyebaran teknologi dan penggunaan uang
oleh pemerintahan jajahan Belanda di Papua dan kemudian oleh pemerintah Republik Indonesia. Kontak-kontak dengan kebudayaan dari luar telah memungkinkan orang Papua lebih terbuka dari sebelumnya, dan keterbukaan suku bangsa atau suku ini telah dimungkinkan karena ciri-ciri mereka sebagai “Improvisator” (Parsudi Suparlan, 1994).[14]

Sejarah Suku Damal
Suku Damal adalah salah satu suku di pegunungan Papua. Bahasa Damal adalah media komunikasi antara sesama orang Damal. Orang Damal pada zaman dahulu telah memasak makanan dengan menggunakan api.
Menurut legenda orang Damal berasal dari daerah ‘Mepingama’ Lembah Baliem Wamena. Lembah Baliem yang berada di daerah Wamena ini di huni sekitar 50.000 manusia dengan berbagai macam klan.[15] Hal ini dapat ditelusuri dari kata ‘kurima’ yang artinya tempat pertama kali nenek moyang orang Damal berkumpul dan "Hitigima’ yang berarti nenek moyang orang Damal pertama kali mendirikan honai dari alang-alang.[16]
Suku Damal dahulu, hidup terpencar-pencar dalam kelompok-kelompok kecil di daerah pegunungan.  Bagi suku Damal, tanah yang merupakan ‘mama’ bagi mereka haruslah selalu di jaga. Bagi masyarakat Damal, ‘mama’ di anggap memelihara, mendidik, merawat, dan memberikan makan kepada mereka (Dumatubun, 1987). Untuk itu bila orang Damal  mau sehat, janganlah merusak alam (tanah), dan harus terus dipelihara secara baik. [17]
Pada suatu petak lahan kecil di kawasan hutan mereka menebang sejumlah pohon kemudian membangun rumah dengan kebun kecil disampingnya. Semua kebutuhan utama mereka terdapat di sekitar lingkungan rumahnya, seperti kayu untuk membangun rumah, kulit pohon yang digunakan sebagai bahan penutup atap rumah, kayu bakar untuk membuat api untuk menghangatkan rumah dan untuk memasak, dan lahan untuk bercocok tanam. Empat kebutuhan utama semua suku-suku di pegunungan.

Honai (Tempat Tinggal) Suku Damal
Honai merupakan rumah adat suku damal secara turun-temuruan sampai kini. Honai yang terbuat dari alang-alang ini berarti bukan semuanya dari alang-alang melainkan atapnya saja yang dari alang-alang, kalau yang lain semuanya dari kayu-kayu tertentu yang bisa bertahan hingga puluhan tahun lamanya.
Honai mempunyai pintu yang kecil dan memiliki jendela-jendela yang kecil, jendela-jendela ini berfungsi untuk memancarkan sinar kedalam ruangan tertutup itu, ada pula honai yang tidak memiliki jendala pada umumnya untuk honai perempuan. Struktur Honai dibangun sempit atau kecil dengan tujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan. Di dalam honai ini mereka memasang api unggun di tenga-tenga supaya menghangatkan tubuh mereka di malam hari.[18]
Rumah Honai ini menjadi salah satu rumah khas dari beberapa suku di Papua tidak hanya untuk Suku Damal saja. Suku ini juga dimiliki suku-suku lain, diantaranya Suku Dani, Suku Moni dan Suku Me serta beberapa suku lainnya yang berada di Papua.

Perjalanan Suku Damal Memasuki Papua, Irian Jaya.
Orang Damal Memasuki Daerah Ilaga dan Beoga Orang Damal mulai memasuki daerah Ilop yang sekarang disebut Ilaga dan Beoga. Daerah Beoga ini merupakan pusatnya suku Damal, mereka mendiami di sepanjang sungai Beogong dari hilir sampai dengan hulu. Dari daerah Beoga dan Ilaga inilah orang Damal kemudian menyebar ke Jila, Alama, Bella, Stinga, Hoeya, Temabagapura ( kampung Waa), Aroanop, Timika, dan Agimuga. Daerah-daerah ini secara turun-temurun mereka hidup menetap.[19]
Seorang peneliti kebuadayaan yaitu Wollaston yang dalam ekspedisi keduanya ke daerah Papua, kembali berkunjung ke masyarakat yang berada di pegunungan. Fakta yang di dapat adalah bahwa pada sebuah ketinggian yang berbeda, terdapat juga kemungkinan suku-suku berbeda yang mendiaminya. Wollaston pada perjalanan terakhirnya di kaki gunung Cartenz, menemukan suku Damal. Suku ini mendiami ketinggian antara 1200-1800 meter. Orang Damal terkonsentrasi di lembah Ilaga dan Beoga daerah utara, sebelah barat kawasan suku Dani. Di kawasan selatan, tempat orang-orang Damal, tertebar perkampungan di area sungai yang deras dan curam juga daerah hutan dan daratan luas.[20]
Masyarakat Damal tinggal di daerah pegunungan, lereng bukit dan juga lembah-lembah di pegunungan Papua. Masyarakat Damal menyatu dengan alam, mereka sulit sekali untuk merantau di daerah suku kerabat lainnya. Mereka sangat mencintai daerah mereka sebagai pemberian sang pencipta yang berlimpah dengan kekayaan alam yang begitu subur, dan menyimpan mutiara kehidupan. Gunung-gunung dan lembah-lembah menyimpan kekayaan alam seperti tambang, emas, perak, tembaga, minyak bumi, kayu gaharu, hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan. Alam tempat tinggal mereka menyediakan berbagai bahan sandang dan pangan untuk menyambung kehidupan mereka.
Penduduk asli daerah Ilaga dan Beoga adalah orang Damal. Pembagian menurut marga Damal yang memiliki hak ulayat di daerah Ilaga adalah marga Magai yang menduduki daerah mulai dari kali Kungnomun sampai Owinomun.
Marga Alom menduduki daerah mulai dari Namungku Wanin sampai Towengki. Marga Murib (mom)menduduki daerah Towengki dan bagian muarah kali Ilogong menduduki oleh Hagabal, Dang, dan Dewelek. Mualai dari Tagaloan sampai kelebet didiami oleh marga Kiwak. Daerah yang pertama kali didiami orang Damal adalah Ilaga dan Beoga yang merupakan pusat perkembangan orang Damal. Dari suku Damal ini terpecah menjadi dua suku bangsa, yaitu yang pertama adalah suku Damal yang hidup dan bertempat tinggal di kabupaten Puncak Papua, Ilaga dan Beoga, yang ke dua adalah suku Amungme yang hidup dan bertempat tinggal di kabupaten Mimika, dan anak sukunya adalah suku Delem yang hidup dan bertempat tinggal di sepanjang sungai Mambramo.
Mereka ini hanya satu suku dan satu nenek moyang namun satu dengan lain hal mereka terpecah. Suku Delem dan Amungme adalah anak suku dari suku Damal. Sebenarnya suku Delem ini gabungan dari tiga suku, yaitu suku Damal, suku Dani, dan suku Wonno. Tingkah laku dan watak orang Amungme identik dengan alamnya, kerasnya alam pegunungan telah membentuk karakter masyarakat Amungme menjadi keras
Ada juga cerita yang menghubungkan orang Damal dengan era penciptaan manusia pertama, yang pada waktu itu menurut legenda manusia pertama berkumpul di atas sebuah gunung yang tinggi dan dingin dimana mereka duduk bersama mengelilingi api yang dibuatkannya. Jadi, orang Damal dahulu kala mungkin pernah duduk dekat api di tempat yang dibatasi pagar.
Tetapi nama yang mereka berikan kepada dirinya adalah Damalme, me artinya manusia dan nama bahasanya adalah bahasa Damal (Damal-kal). Mereka tinggal di lembah-lembah yang terletak ke utara dan ke selatan pegunungan Carstensz dimana kebanyakan dari semua lembah berada. Di sebelah utara Carstensz mereka tinggal di Beura (Beoga atau Beurop) dan Iliga, yang juga dikenal sebagai lembah Illop atau Illa. Disini mereka hidup berbatasan dengan suku Dani. Di daerah barat laut Beura terdapat lembah Doegindora dimana suku Damalme mempunyai daerah kantong kecil.
Pada kawasan selatan Carstensz orang Damal hidup tersebar di delapan lembah yang terbentang mulai dari bagian hulu sungai Ajkwa di barat hingga bagian hulu sungai Djots di sebelah timur. Pada sisi pegunungan tengah orang Damal hidup berbatasan dengan suku Moni, dibagian barat dan timur berbatasan dengan suku Taume sedangkan bagian selatan berbatasan dengan penduduk pantai, yaitu suku Mimika/Kamoro.[21]
Di abad kedua puluh, lembah Ilanga hanya memiliki sedikit orang-orang Dani dan malah lebih banyak orang pribumi Damal. Para imigran Dani tergantikan tempatnya oleh orang Damal di abad pertengahan. Suku Damal telah terbiasa mempraktekan lebih sedikit pertanian intensif di lereng gunung yang lebih tinggi dengan kepadatan penduduk yang lebih rendah ketika Suku Dani dengan pertanian intensif holtikulturnya  berpindah ke lembah Ilanga. Populasi Suku Dani tumbuh dengan cepat dalam renggang waktu yang sempit, hal ini menyebabkan adanya peperangan atau persaingan dengan Suku Damal. Di tahun 1930, Suku Dani mendiami lembah Ilanga yang pada akhirnya menjadi milik Suku Damal. Suku Damal yang bertahan disana juga karena mengadopsi dari pola-pola pertanian Suku Dani dan juga perkampungannya.[22]
Masyarakat Damal menyatu dengan alam, mereka sulit sekali untuk merantau di daerah suku kerabat lainnya. Mereka sangat mencintai daerah mereka sebagai pemberian sang pencipta yang berlimpah dengan kekayaan alam yang begitu subur, dan menyimpan mutiara kehidupan[23].

Pakaian Adat Suku Damal
Jika kami berbicara mengenai pakaian, maka tentu saja kita berbicara tentang alat penutup bagian-bagina tertentu dari anggota tubuh. Pakaian adalah alat yang digunakan untuk menutup tubuh dan melindungi tubuh, jadi setiap suku di Papua memiliki bentuk pakaiannya sesuai dengan kehidupan, tradsisi dan budaya mereka masing-masing.
 Suku Damal memiliki dua jenis pakaian, yaitu koteka dan taing kotekataing. Koteka di pakai oleh kaum pria dan taing dipakai oleh kaum wanita. Pakaian tradisional ini di pakai oleh nenek moyang Orang Damal dan secara turun-menurun sampai sekarang ini... walaupun sekarang di kota-kota tidak terlihat tetapi ketika kita sampai pedalaman Daerah orang Damal akan menyumapai pakaian tradisional tersebut[24].
Pakaian asli perempuan Damal adalah punigip taing yang artinya kulit kayu ngenyemon, cara membuatnya adalah kulit ngenyemon dikupas lalu dijemur di matahari hingga kering sehingga berbentuk benang,, benang-benang tersebut kemuadian diguanakan dalam dua bagain atau dua macam bentuk yang pertama dibikin tebal-tebal untuk perempuan dewasa dan yang kedua kulit kayu tersebut dipintalkan anyam dengan ukuran panjang yang sering disebut kuteing.cara pakainya adalah dengan cara dililitkan pada pinggul.
Koteka dibuat dari labu berukuran panjang dan kecil yang sudah dikeringkan. Koteka yang menyerupai tabung silinder dipakai untuk menutupi alat kelamain laki-laki.

Unsur Pembentuk Kebudayaan Suku Damal
Skema umum untuk melihat nilai budaya Papua, yaitu dengan skema orientasi nilai budaya dari Klukhohn, maka seluruh unsur di dalam budaya sukubangsa-sukubangsa Papua mempunyai nilai yang berorientasi masing- masing, yakni ada yang ke masa lalu, ada yang kini dan ada yang ke depan.[25] Maka dari itu pada penjelasan di bawah ini akan di ulas unsur-unsur pembentuk kebudayaan suku Damal.
Suku Damal adalah sebuah suku di Papua yang banyak mendiami daerah Mimika. Kebudayaan-kebudayaan yang ada di suku ini tidak mungkin luput dari unsur-unsur kebudayaan yang sudah di bahas pada bab sebelumnya. Tujuh unsur pembentuk sebuah kebudayaan tersebut juga di miliki oleh suku Damal ini.

1.      Bahasa
Bahasa adalah elemen terpenting dalam sebuah komunikasi. Di Papua sendiri setiap suku bangsa memiliki bahasanya masing-masing. Suku Damal mempunyai bahasanya sendiri yaitu bahasa Damal. Bahasa Damal di pergunakan masyarakat suku Damal sebagai bahasa keseharian mereka. Di samping itu penggunaan bahasa Indonesia di Papua merupakan sebuah kegiatan yang harus di lakukan ketika berkomunikasi dengan suku bangsa lain di luar suku bangsa Damal itu sendiri.
Suku – suku yang mendiami propinsi Papua juga mengalami hal yang sama. Ditinjau dari bahasa, masyarakat asli Papua terdiri dari 250 suku yang antara satu suku dengan suku lainnya berbeda sistem sosial dan budaya walaupun ada beberapa kesamaaan di dalamnya. Boelaars, Tukar dan laporan penelitian yang dilakukan oleh "Lavalin Internasional Incorporate “ di Papua.[26]
Bahasa Damal adalah media komunikasi antara sesama orang Damal. Nama lain dari Damal ini tergolong cukup banyak, ialah Amung, Amungkal, Amung Kal, Amungme, Amuy, Enggipiloe, Hamung, Oehoendoeni, Uhundini, dan Uhunduni. Bahasa Damal menggunakan dialek Damal, Amung, Amongme, Enggipilu. Berkaitan erat dengan Ekari, Moni, dan Wolani. Bahasa Damal dipakai untuk berkomunikasi sekitar kurang lebih 14.000 orang di tengah-tengah pegunungan barat dari Suku Dani barat, Timur dari Ekari dan tenggara dari muara sungai Kemandoga, di Irian Jaya, Indonesia.
Dialek bahasa Suku Damal dapat dimengerti walaupun yang berbicara menyebar di banyak area, seperti kutipan berikut ini.
The third family (or family-level isolate), and next in size [to Wetern Dani], is Damal. Damal dialects are all mutually intelligible even though speakers are dispersed over an area south of the Puncak Range all the way from just east of the Wissel Lakes to a point about south of Tiom where they meet the Nduga, and north of the Range are found in a number of valleys including Ilaga and Beoga. ...
- Larson 1977:8.
Bahasa Damal kurang lebih dipakai oleh 15.000 orang di pengunungan tengah Irian Jaya, Bahasa Damal ini juga dikenal sebagai Uhunduni, Amung, Amung Kal, Amungme, Amuy, Enggipiloe, Hamung, atau Oehoendoeni. Area pengunungan tengah Irian Jaya dipenungi dengan orang-orang Amungme yang dikenal juga sebagai orang Suku Damal. Kata Amungme dalam Bahasa Damal berarti “orang yang pertama”.  Amung dan Damal secara mendasar merupakan satu kelompok bahasa yang terpisah oleh Gunung Sudirman. Masing-masing kelompok memiliki populasi kurang lebih sebanyak 6000 orang. Mereka telah terpisah satu sama lain sehingga memang memiliki beberapa dialek yang berbeda, tetapu struktur sosial serta kebudayaannya secara general sangatlah mirip.Ada tiga terjemahan dari nama suku mereka, pertama Amung atau Hamung berarti “orang-orang asli”, kedua berarti “orang dipinggir gunung”, dan ketiga berarti “jalan yang benar dari nenek moyang”. Amung, di beberapa literature Belanda, di deskripsikan dengan Uhunduni.

Bahasa Simbol
Dalam bentuk komunikasi lainya, bagi suku Damal atau suku Amungme. Bahasa simbol yang berbeda dengan bahasa komunikasi sehari-hari yaitu Aro-a-kal adalah jenis bahasa simbol yang paling sulit dimengerti dan dikomunikasikan, serta Tebo-a-kal sebagai jenis bahasa simbol yang hanya diucapkan sewaktu berada di wilayah tertentu yang dianggap keramat.[27]

2.      Sistem Pengetahuan
Masyarakat Damal, mendapatkan pengetahuan dari alam. Alam yang begitu luas dan ada di tengah-tengah mereka menjadi sumber pengetahuan yang berharga bagi suku ini.  Alam yang di anggap sebagai tempat tinggal mereka dirasakan menjadi sebuah tempat mereka mendapatkan segala hal dalam bentuk apapun. Alam membantu suku Damal dalam mempelajari segala hal.
Kebiasaan berburu yang sudah dilakukan secara turun menurun membuat suku damal memahami tekhnik dan cara bagaimana berburu yang benar.
Konsep mengenai tanah, manusia dan lingkungan alam mempunyai arti yang intergral dalam kehidupan sehari-hari. Tanah digambarkan sebagai figure seorang ibu yang memberi makan, memelihara, mendidik dan membesarkan dari bayi hingga lanjut usia dan akhirnya mati. Tanah dengan lingkungan hidup habitatnya dipandang sebagai tempat tinggal, berkebun, berburu dan pemakaman juga tempat kediaman roh halus dan arwah para leluhur sehingga ada beberapa lokasi tanah seperti gua, gunung, air terjun dan kuburan dianggap sebagai tempat keramat. Magaboarat Negel Jombei-Peibei (tanah leluhur yang sangat mereka hormati, sumber penghidupan mereka), demikian suku Amungme menyebut tanah leluhur tempat tinggal mereka[28]

3.      Organisasi Sosial
Kepemimpinan Tradisional Suku Damal
Dalam tiap kelompok masyarakat mempunyai dasar-dasar pembentukan tertentu. Misalnya ada yang di dasarkan kepada ikatan keturunan (genealogis), ada pula yang berdasarkan territorial (wilayah), dan ada juga atas dasar jenis kelamin atau usia.
Dalam kebudayaan suku Damal,kriteria untuk menjadi pemimpin(pemimpin adat, pemipimpin perang atau pemimpin tertentu) tidak harus ditentukan oleh garis keturunan. pemimpin dapat mucul secara alamiah oleh proses waktu dan situasi sosial, serta lingkungan ekologis yang mempengaruhi perilaku kepemimpin taradisional pada tingkat budaya mereka sendiri.
Dalam organisasi sosial yang berada di suku Damal ini, kami lebih menyorotinya dari segi susunan politis. Susunan politis merupakan sebuah bagian dari organisasi sosial. Masyarakat Damal termasuk dalam masyarakat yang tersebar (terpencar-pencar), dan tidak mempunyai susunan pimpinan tertentu. Bentuk masyarakat demikian hidup dari mengumpulkan hasil hutan atau mengumpulkan akar bahar, mereka berkelompok dalam kesatuan-kesatuan hidup yang kecil[29]
Kepemimpinan dalam kebudayaan Damal merupakan suatu peran atau tugas yang kompleks, sehingga ciri-ciri ,tipe, gaya dan fungsi, serta peranan danmodel kepemimpinan di perlukan bersifat situasional, artinya seorang figur memipin formal maupun informal dalam pandangan tardisional dapat melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan sesuai dengan karakteristik kebudayaan masyarakat taradisional tersebut. Dalam kebudayaan suku Damal,kriteria untuk menjadi pemimpin(pemimpin adat, pemipimpin perang atau pemimpin tertentu) tidak harus ditentukan oleh garis keturunan. pemimpin dapat mucul secara alamiah oleh proses waktu dan situasi sosial, serta lingkungan ekologis yang mempengaruhi perilaku kepemimpin taradisional pada tingkat budaya mereka sendiri.
Kepemimpinan dalam kebudayaan Damal merupakan suatu peran atau tugas yang kompleks, sehingga ciri-ciri,tipe, gaya dan fungsi, serta peranan dan model kepemimpinan di perlukan bersifat situasional, artinya seorang figur memipin formal maupun informal dalam pandangan tardisioanal dapat melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan sesuai dengan karakteristik kebudayaan masyarakat taradisional tersebut.
Dalama konteks kebudayaan Damal di kenal beberapa model kepemimpinan, yaitu Menagawan; Kalwang; Woem-mum dan woem wang.

a)   Menagawan
Seorang pemimpin dengan sebutan Menagawan dalam kebudayaan Damal adalah seorang figur yang bijaksana dan dapat menepati janji sesuai skala tujuan, skala waktu,skala metode. Menagawan berkewajiban untuk memastikan cukup makan,minum,serta bentuk-bentuk kesejahteraan lainnya. Dia harus mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakatnya.

b)  Kalwang
Kalwang adalah pemimpin informal yang diakui dan dihargai sebagai kepalah suku,ketua dewan adat,tokoh pemudah ataupun kepala dusun dengan cara memanipulasi "orang-orang" dengan persepsi terhadap situasi, kepentingan dan kepentingan mereka.
c)   Woem-mum
Woem-mum adalah seorang pokok perang yang bertanggungjawab atas pengorbanan jiwa selama kegiatan perang suku. Figur pemimpin ini harus menanggung resiko tinggi, walaupun situasi perang suku telah selesai atau aman.Karena sewaktu-waktu pihak korban dapat menuntut kembali atas pengorbanan sanak saudaranya yang gugur selama perang suku tersebut.

d)  Woem wang
Woem-wang adalah seorang pemimpin yang menguasai atau dianggap memiliki kemampuan mengatur siasat,taktik, dan strategi perang suku. Mereka dianggap memiliki kesaktian atau kekuatan mistik yang dapat mengalahkan musuh.[30]

Hubungan Sosial Masyarakat Suku Damal
Dalam kehidupan suku Damal hubungan antara satu suku dengan suku lain harus baik.Dalam hal ini tokoh-tokoh masyarakat seperti kepala suku, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh pemuda memegang peranan yang sangat penting dalam menjalin hubungan antar suku serta bertanggungjawab atas setiap ancaman dam tantangan bagi masyarakat umum.
Dalam Hubungan internal antar masyarakat Damal selama ini sangat baik. Hal ini disebabkan karena adanya kontak sosial antara setiap klan berjalan dengan baik, ini dipengaruhi oleh setiap kepala suku di masing-masing klan yang membangun relasi yang baik antara klan atau marga-marga lain suku Damal itu sendiri. Kehidupan antar marga yang satu dengan marga yang lain sangat harmoni. Suku Damal selalu menjaga nama baik marga-marga di lingkungan mereka terlebih ketika jauh di rantau. Hal ini tidak berlaku untuk satu marga/ fam,tetapi untuk semua, hal ini disebabkan karena dalam satu kelompok ada dua sampai lima klan yang hidup bersama-sama. perkawanan juga selalu terjadi dalam satu kelompok masyarakat berbeda marga laki-laki dengan perempuan. 
Dalam Hubungan dengan Masyarakat Eksternal. Masyarakat Damal menempatkan Suku-suku kerabat mereka sebagai Saudara, mereka sangat menghargai perbedaan diantara suku- suku kerabatnya dan perbedaan itu dijakan sebagai suatu keunikan bagi masing- masing suku, dan setip orang berusaha untuk memperoleh/ mengetahui dan memiliki keunikan suku lain itu, maka mereka harus berusaha untuk menjalin hubungan dengan demikian secara tidak langsung mereka membangun relasi. Relasi tidak lain adalah teman, di mana dalam hubungan pertemanan atau pergaulan.
Kunci utamanya adalah menghargai orang lain.
Mereka mampu menghargai orang lain dengan tulus dan ikhlas, tanpa tendensi sehingga orang Damal mampu hidup diantara suku-suku lain. Selain Masyarakat, kepala suku dan tokoh-tokoh masyarakat, Adat, Agama, dan Tokoh perang punya pengaruh besar untuk menjangkau semua suku mereka menyatakan perdamian merekalah yang menyatakan perang dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya yang dapat terjadi interaksi antar suku.[31]

4.      Sistem Tekhnologi
Sebagai kehidupan yang masih agak tertinggal dan cenderung kuno, juga kehidupan yang diklaim masih merupakan kebudayaan neolithikum maka teknologi yang digunakan pun masih sederhana dan memang amat mudah dibuat oleh rakyat suku damal dan kebanyakan hanya digunakan untuk berburu dan meramu.
Yang kami temukan mengenai teknologi bagi suku damal ini amatlah sedikit dan tulisan – tulisan yang memuat suku damal mengenai teknologi pun hampir tidak ada, maka dari itu secara logika dan juga sejarah maka apa yang digunakan dalam kebudayaan neolithikum  yakni:
·         Kapak Persegi
 Kapak persegi ini bentuknya hampir seperti pacul, namun tidaklah selebar dan sebesar pacul zaman sekarang. Kapak ini dipergunakan untuk menerjakan kayu, misalnya pada waktu membuat rumah atau perahu Teknologi yang dipakai adalah dengan mengupam seluruh bagian hingga halus terkecuali bagian pangkal yang digunakan sebagai ikatan tangkai. Tajamannya diperoleh dengan mengasah bagian ujung permuka bawah landai, ke arah pinggir ujung permukaan atas. Dengan begitu, hasil tajamannya akan miring, dangan ukuran antara 4 cm hingga 25 cm. bahan batuan yang dipakai adalah kalsedon, agak, dan jespin. Beliung-beliung persegi itu telah dibuat sendiri di beberapa tempat yang daerahnya menyediakan bahan mentahan. Dari teknologi ini, diperoleh beragam variasi beliung persegi. Misalnya beliung yaitu beliung berpunggung tinggi berasal dari batuan setengah permata. berpunggung tinggi berasal dari batuan setengah permata.
·         Kapak Lonjong.
Spesifikasi alat ini adalah pangkalnya agak runcing dan melebar pada bagian tajamnya. Pada bagian tajamnya diasah dari dua arah hingga menghasilkan bentuktajaman yang simetris atau setangkup. Bahan yang biasa dipakai adalah batu kali. Teknologi pembuatannya antara lain dengan teknik pukulan beruntun, yaitu dengan menyerpih segumpal batu atau langsung mengambil dari kerakal yang sesuai dengan keinginan calon pemakainya. Selanjutnya permukaan batu diratakan dengan teknik pemukulan beruntun, baru kemudian diupam hingga halus. Mata kapak biasanya dipasang vertical dengan cara memasukkan bendanya langsung pada lubang yang dibuat di ujung tangkai. Cara yang lain adalah memasukkan mata kapak pada gagang tambahan lalu diikat menyiku pada gagang pokoknya. Bahan yang digunakan ialah batu kali yang berwarna kehitaman.
·         Anak Panah
 Anak panah yang digunaka di suku – suku tradisional papua biasanya terbuat bukan dari logam seperti anak panah yang ditemukan di jawa timur atau sekitarnya melainkan terbuat dari kayu yang dibuat panjangnya kurang lebih 30 – 40 cm yang ujungnya diasah dengan menggunkan batu, atau kapak persegi juga kapak lonjong , biasanya anak panah ini digunakan suku Damal untuk berburu.

5.      Kesenian
Kesenian sebagai alat komunikasi merupakan hal yang lumrah. Sebab kesenian merupakan alat untuk memanifestasikan emosi masyarakat, cita-cita dan nilai-nilai masyarakat setempat yang disalkurkan melalu gerak-gerik seni (mimic), ungkapan-ungkapan puitis dan sikap-sikap tertentu serta cetusan-cetusan kejiwaan mereka yang semujanya itu diproyeksikan dalam bentuk-bentuk kesenian tertentu.
Sama halnya dengan kesenian suku pegunungan lainnya seperti suku Dani atau amungme, Kesenian suku Damal meliputi hal – hal seperti kepercayaan atau sebuah tindakan yang berdasarkan leluhur dan yang akan kami angkat saat ini ialah mengenai ukiran suku Damal.

Kategori ukiran Damal
Jenis utama dari ukiran Damal dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yang merupakan dasar untuk pemilihan potongan untuk  berjualan selama  Festival Seni tahunan Suku Damal. Ada yang disebut yamate, yamate ini adalah papan perisai yang digunakan untuk upacara, dengan bentuk keseluruhan yang datar  dengan permukaan sedikit cembung diluar. yamate Ini memiliki fungsi seremonial di masa lalu juga di masa sekarang.  
Yamate dibagi menjadi dua jenis: yamate dengan dekorasi geometris, atau simetris, kadang juga ada yang tidak, dan 'terbuka', datar, ukiran dua dimensi dengan ukiran geometris, kadang-kadang dilengkapi dengan sosok manusia atau kepala burung. Jenis pertama, yamate padat, berasal dari daerah timur Kokonau sedangkan jenis terbuka datang dari barat. Kooijman, mengutip dari perkataan Pouwer, "Pada dasarnya, yamate adalah  leluhur, salah seorang warga desa masing-masing diwakili sesama yang telah meninggal baru-baru ini," Yamate yang digunakan dalam ritual emakame, "sebagai simbol kehidupan dan kematian, asal-usul kehidupan juga kematian, [sebagai] tujuan utama dari ritual ini  adalah pembaharuan hidup "Kemungkinan besar yamate mengambil bentuk dan fungsi dari perisai awal, faktanya diawali oleh kemiripan dengan Asmat  untuk kata perisai, Yames.
The mbitoro, motif tiang semangat upacara, bisa menjadi ukiran yang terbesar dan paling spektakuler di suku Damal. Mereka memiliki tinggi yang bervariasi  dari mulai 40 cm dan yang paling tinggi bisa sampai empat meter. sama Seperti yamate, kita bisa melihat kemiripan dengan budaya Asmat, di mana bisj (ukiran) memiliki bentuk yang sama dan fungsi yang sama pula. Dalam kedua kasus ini, ukiran yang digunakan dalam ritual ini diambil dari nenek moyang yang belum lama meninggal. Satu, dua, dan sampai tiga orang, tubuh mereka disusun di atas saling menumpuk satu sama lain, membentuk tubuh mbitoro, dengan ukiran besar terbuka yang Memproyeksikan  ke atas dan keluar dari bagian atas patung. Sementara tubuh mbitoro adalah ukiran  dari tubuh pohon mangrove, salah satu yang luas, datar menunjang akar menjadi sebuah proyeksi atas pohon itu menjadi terbalik. Selain membayar penghormatan ke leluhur tua  yang dihormati, mbitoro juga memegang peranan penting untuk upacara inisiasi, kini pembuatan mbitoro masih  sering dilakukan.
Dalam budaya Damal, seperti di banyak masyarakat tradisional lainnya, drum yang digunakan untuk memanggil roh, leluhur dan lain-lain. Pahlawan - pahlawan Mythical juga dibawa kembali ke kehidupan dengan drum., drum juga digunakan untuk memanggil roh leluhur saat upacara inisiasi.
Suku Damal membuat genderang seperti halnya membuat jam pasir, dan memang bentuknya seperti jam pasir.. pembuatan genderang ini membutuhkan proses rumit yang memerlukan keterampilan untuk membuat sisi-sisi tipis di drumnya. Bagian atas atau kepala drum ditutupi dengan bentangan kulit reptil yang terikat pada kayu dengan campuran kapur dari kerang  yang sudah dibakar juga  menggunakan campuran darah manusia baik itu laki – laki maupun perempuan, lalu oleskan damar hitam diatas kepala  genderang atau drum unutuk mengontrol suara yang diinginkan.
Banyak sekali ukiran ukiran khas asli suku damal seperti ukiran para leluhur, jga ada satu yang menarik yakni ukiran yang menggambarkan naga, tetapi bentuknya seperti kadal, orang – orang percaya bahwa ini merupakan perwujudan hewan suci  bagi suku damal, tetapi banyak peneliti yang menyingkap bahwa itu merupakan ukiran dari Komodo.
Untuk kesenian mungkin yang khas dan yang kami dapat hanya itu, selebihnya hampir sama dengan suku Dani dan susku suku pegunungan lainnya, karena jelas mereka dari satu leluhur yang sama dan dari segi geografis pun yakni pegunungan maka hampir banyak aspek kesenian yang mirip dan cenderung sama.

6.      Sistem Religi
Sistem religi adalah sistem kepercayaan yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Sistem religi berbeda dengan agama, seperti kelima agama yang diakui di Indonesia (Islam, Katolik, Kristen, Hindu, dan Budha). Sistem religi dapat berupa kepercayaan terhadap kekuatan gaib atau roh para leluhur, benda pusaka, upacara atau ritual adat.
Suku-suku primitif di seluruh dunia percaya adanya ilmu gaib. Banyak dari mereka berpendapat bahwa ilmu gaib adalah bentuk primitif dari agama dengan ahli sihir (sorcerer) sebagai imamnya (priest). Biasanya orang primitif sadar akan fenomena-fenomena tertentu yang tidak bisa dijelaskan, seperti petir, kilat, angin kencang, hujan badai, gempa bumi, dan api. Mereka percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam karena ulah roh. [32]
Menurut kenyakinan masyarakat tradisional bahwa tindakan-tindakan pelanggaran terhadap larangan-larangan di atas akan berakibat fatal bagi keberlangsungan hidup masyarakat sebagai suatu kesatuan sosial. Bila terjadi musibah, wabah atau bencana tertentu maka masyarakat percaya bahwa hal itu disebabkan oleh pelanggaran yang dibuat oleh seseorang atau kelompok wargatertentu dalam masyarakat. Para pelanggaran ini kemudian akan diberikan sanksi berupa hukumn fisik atau cemohan dan dikucilkan dari pergaulan masyarakatnya. Pemberian sanksi sangat efektif karena melalui sanksi orang takut untuk berbuat pelanggaran.[33]
 Selain ilmu gaib, sistem religi dapat berupa kepercayaan terhadap roh para leluhur, benda pusaka, upacara atau ritual adat. Berikut ini adalah sistem religi suku Damal :
1.      Alam Semesta
Suku Damal yang meyakini bahwa merekalah keturunan pertama dari anak sulung nenek moyang manusia, percaya kalau alam semesta memiliki makna tersendiri. Bagi suku Damal yang telah terpecah menjadi suku Amungme, konsep manusia, tanah, dan lingkungan alam memiliki sebuah arti yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tanah adalah figur seorang ibu yang memberi makan, memelihara, mendidik, dan membesarkan bayi hingga lanjut usia dan akhirnya meninggal dunia. Tanah beserta lingkungan hidupnya adalah tempat tinggal, berkebun, berburu. Pemakaman juga merupakan tempat kediaman roh halus dan roh para leluhur, sehingga beberapa tempat seperti gua, gunung, air terjun, dan kuburan dianggap sebagai tempat keramat.  suku Amungme menyebut tanah leluhur mereka dengan Magaboarat Neel Jombei–Peibei. Artinya, tanah leluhur yang sangat mereka hormati, sumber penghidupan mereka.[34]



2.      Memberi Sesajen Kepada Leluhur
Suku Damal memiliki tradisi memberi sesajen kepada leluhur di sebuah tempat yang dipagari. Tradisi ini membuat orang Moni memberi mereka sebutan “Ungunduni”,  yang artinya “di dalam pagar” (Bahasa Moni). Namun, legenda bercerita lain. Sebutan tersebut didapat karena pada era penciptaan manusia pertama, suku Damal berkumpul di atas gunung tinggi yang dingin. Di sana mereka duduk mengelilingi api, di tempat yang dibatasi pagar. oleh karena itu, mereka disebut “di dalam pagar”.
3.      Potong Babi
Memotong atau menyembelih babi selalu dilakukan dalam upacara perkawinan, melahirkan, kematian, dan panen. Biasanya orang yang mengadakan upacara ini adalah orang kaya. Menyembelih babi untuk penyelesaian hutang perang, dan upacara persembahan pada leluhur dilakukan secara besar-besaran, karena dianggap sebagai upacara penting. Dalam upacara tersebut akan ada puluhan ekor babi yang dikumpulkan dan dikorbankan. Semakin besar sebuah upacara, semakin banyak orang yang datang. Otomatis semakin banyak pula babi yang disembelih. Meskipun jumlah daging babi terbatas, setiap orang pasti mendapat jatah walau hanya potongan kecil. Para ibu rumah tangga di tiap rumah pun mendapat sepotong babi untuk dibagi-bagikan pada keluarganya selama jeda waktu 3-4 hari.
4.      Ritual Perdamaian Seusai Perang
Ritual ini terdiri dari 4 tahap, yaitu :
a.       Bakar batu, merupakan tanda berhentinya peperangan.
b.      Duduk bersama kubu lawan.
Dalam tahap ritual ini, kedua belah pihak harus memasuki pintu dari lengkungan kayu. Artinya, kedua belah pihak sudah bisa memasuki daerah kekuasaan masing-masing.
c.       Kaum pria membakar batu bersama warga luar yang memiliki andil dalam perdamaian.
d.      Pertemuan antara pihak korban dengan massa dari kubu yang dibelanya.

5.      Bakar Batu
Tradisi bakar batu ini merupakan warisan nenek moyang masyarakat pegunungan tengah provinsi Papua. Selain suku Damal, suku Dani, Amungme, Nduga, Moni, dan Mee juga melakukan tradisi ini. Bakar batu dilakukan berkali-kali dan memiliki makna serta tujuannya sendiri.
a.       Bakar Batu bagi Keluarga Korban.
Tradisi ini sangat sakral, sehingga hanya boleh diikuti oleh keluarga korban, kepala perang, dan kelompok yang bertikai. Di sini keluarga korban meratapi keluarga mereka yang jadi korban. Mereka saling mengungkapkan isi hati sambil menangis.
Suku Damal percaya bahwa roh para leluhur turut serta membantu mereka memenangkan peperangan. Sebagai ucapan terima kasih, mereka harus membakar beberapa ekor babi di hutan. Jika tidak, maka bisa mengorbankan banyak jiwa dan harta benda. Selain itu, agar tidak digangu roh para leluhur yang mereka panggil saat berperang, pada saat ritual bakar batu, segala alat perang, seperti tombak dan anak panah dibersihkan dan diikat. Lalu disimpan di rumah adat khusus bagi kaum pria (onai terlarang).

b.      Bakar Batu Laki-laki dan Bakar Patu Perempuan.
Bakar batu laki-laki hanya diikuti oleh laki-laki yang berperang. Perempuan tidak boleh ikut dan tidak boleh  memakan daging yang dibakar, karena ritual ini dianggap sangat sakral. Ritual ini mencocokkan pihak korban dan musuh. Berlaku juga untuk perempuan (bakar batu perempuan).
Bakar batu makan bersama yang dilanjutkan upacara “utang darah”. Dalam upacara ini, keluarga korban menuntut ganti rugi berupa uang atau kulit siput (Bia) yang memiliki tingkatan masing-masing. Inkop arga” senilai Rp 50 juta-an, “Into” senilai Rp 60-90 juta, dan “Mungka, bege” senilai Rp 100-200 juta, serta uang rupiah, dan 10-20 ekor babi, sesuai kesepakatan bersama.
c.       Bakar Batu Sebagai Penutup Perang.
Setelah upacara ini, hubungan antara lawan pun berubah menjadi teman. Dengan demikian, perdamaian dapat dikatakan sah.

7.      Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian Suku Damal yang berada di pegunungan adalah berburu, bertani, dan mengumpulkan hasil hutan atau akar bahar. Hasil-hasil terebut misalnya buah-buahan, umbi-umbian yang menjadi bahan makanan pokok mereka disamping yang lain-lain seperti sagu, ikan dan kerang. Selain itu, suku Damal juga beternak babi. Namun, tidak semua orang punya babi. Ada yang hanya dibayar untuk memelihara babi orang, dan ada pula yang tidak punya babi.
Suku Damal memenuhi kebutuhan mereka akan daging dan protein dengan cara berburu. Binatang yang diburu adalah babi hutan, burung, koeskoes, kangaroe pohon, dan tikus. Biasanya mereka memasang jebakan pohon, perangkap atau menggunakan busur panah. Suku Damal di daerah pantai dan pegunungan menggunakan anjing untuk berburu.
Di Papua, perdagangan memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Perdagangan ini dimulai dengan barter. Pada waktu itu juga belum ada pasar, sehingga proses pertukaran barang tidak terorganisasi. Barang yang tersedia terbatas karena mereka harus membawa barang-barang yang ingin ditukar. Biasanya yang mereka tukarkan adalah babi atau kano/sampan. Babi dihargai 4-10 armshells, sedangkan kano lebih mahal[35]. Barter ini dilakukan oleh para pedagang kecil dari suku Damal yang berada di Lembah Baliem atau Lembah Besar dengan suku lain, seperti suku Dani.[36]
Mata pencaharian Suku Damal yang berada di pegunungan adalah berburu, bertani, dan mengumpulkan hasil hutan atau akar bahar. Hasil-hasil terebut misalnya buah-buahan, umbi-umbian yang menjadi bahan makanan pokok mereka disamping yang lain-lain seperti sagu, ikan dan kerang. Selain itu, suku Damal juga beternak babi. Namun, tidak semua orang punya babi. Ada yang hanya dibayar untuk memelihara babi orang, dan ada pula yang tidak punya babi.
Suku Damal memenuhi kebutuhan mereka akan daging dan protein dengan cara berburu. Binatang yang diburu adalah babi hutan, burung, koeskoes, kangaroe pohon, dan tikus. Biasanya mereka memasang jebakan pohon, perangkap atau menggunakan busur panah. Suku Damal di daerah pantai dan pegunungan menggunakan anjing untuk berburu.
Berikut ini adalah 5 jenis jerat atau perangkap pohon berdasarkan cara kerjanya :
·         Djalawekam
Djalawekam berasal dari kata “Djalawe”, yang artinya kasuaris. Jadi djalawekam berarti perangkap kasuaris. Jika untuk menangkap babi hutan, dinamakan iokkam (iok berarti babi hutan).
·         Olkam
Berasal dari kata “Ol”, yang merupakan nama umum untuk semua jenis marsupalia. Jadi, olkam artinya alat perangkap binatang marsupalia, seperti kagaroe.
·         Wang
Wang digunakan untuk menangkap binatang kecil, seperti tikus, tenggiling, dan marsupalia. Cara pembuatannya persis sama seperti perangkap kasuaris dan babi hutan, namun Wang lebih kecil dari Djalawakem.
·         Kapoean
Kapoean digunakan untuk menjebak kasuaris dan burung.
·         Menagasawan atau monomsaman
Menagasawan berasal dari kata “menaga” (Bahasa Damal) yang artinya variasi tertentu binatang marsupal yang hidup di pohon. Sedangkan monomsaman berasal dari kata “monom”, artinya tikus (besar atau kecil). “Saman” artinya perangkap. Jadi, kedua alat ini digunakan untuk menangkap binatang marsupal dan tikus.

Saat ini, dengan adanya Freeport di Papua, maka suku Damal ada yang bekerja sebagai pendulang emas. Mereka menguasai Mil 69-Utekini Lama bersama suku Dani, Moni Utara, dan pendatang luar. Namun, rata-rata suku Damal mendulang emas di Kimbeli Area. [37]
Bagi mata pencahariannya bangsa Damalme tergantung pada kegiatan berburu dan bertani. Mereka adalah bangsa yang berbaik hati, bersemangat dan ramah. Seperti suku-suku lain dipegunungan mereka adalah petani tetapi selain bertani mereka juga mengumpul buah-buah yang tumbuh di hutan dan memelihara babi walaupun bukan dalam jumlah besar. Rata-rata setiap keluarga memiliki satu ekor babi. Ada juga yang dibayar khusus untuk memelihara babi untuk orang lain. Tetapi ada juga yang samasekali tak mempunyai satu ekorpun. Jumlah keseluruhan ekor babi rata-rata cukup hanya untuk memenuhi kebutuhan makan daging sekali setahun. Pada umumnya memotong babi hanya dilaksanakan pada hari-hari tertentu seperti upacara melahirkan dan kematian, perkawinan, atau pada pemanenan dan hanya dilakukan oleh orang-orang yang berada. Memotong babi selain untuk alasan yang tersebut di atas adalah untuk menyelesaikan hutang perang dan pada upacara membuat persembahan kepada leluhur. Dua peristiwa yang terakhir ini adalah penting untuk mana berpuluhan ekor kadang-kadang dikorbankan dan dikumpulkan dari seluruh penjuru kawasan.
Semakin besar sebuah pesta, semakin besar pula jumlah ekor babi yang perlu dipotong dan semakin besar jumlah orang yang berkumpul. Mengingat jumlah upacara terbatas dan jumlah orang terlibat didalamnya besar, persediaan daging babi tak mungkin cukup untuk memenuhi kebutuan semua hadirin. Tetapi setiap orang selalu kebagian sepotong betapapun kecilnya potongan. Disamping ini, setiap ibu rumah tangga juga kebagian sepotong daging babi  bagi keluarganya yang harus dia bagikan secara adil antara semua anggota keluarga selama jeda waktu 3 hingga 4 hari.























BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

Dengan penjabaran serta contoh kebudayaan dari salah satu suku bangsa yang berada di Indonesia tentunya kita dapat menyadari betapa pentingnya sebuah kebudayaan. Dalam pembelajarannya di tingkat universitas ini sebagai mahasiswa, bukanlah kita harus mempelajari sebuah pelajaran satra, music, filsafat atau bahkan sesuatu disiplin yang berdiri sendiri. Ini lebih ke arah sebuah pembelajaran dasar yang akan membentuk sebuah pondasi kuat untuk lebih peduli dengan kebuadayaan sendiri.
Kebudayaan adalah sebuah unsur yang sangat penting dalam membentuk sebuah pandangan atau perspektif negeri ini. Hal yang perlu di perhatikan juga kebudayaan adalah sebuah kekayaan yang luar biasa yang seharusnya mampu menjadi salah satu pegangan kita untuk menyongsong ke massa depan. Karena dengan adanya kebudayaan sesungguhnya bangsa ini dibekali untuk lebih menghargai perbedaan yang ada dan saling menjaga kekayaan bangsa ini.
Hal ini juga di dasari oleh keanekaragaman yang ada di Indonesia yang terdiri dari atas berbagi suku bangsa dengan segala keanakaragaman budaya yang tercermin dalam berbagai aspek kebudayaan, yang biasanya tidak lepas dari iktan – ikatan primordial, kesukuan dan kedaerahan. Dampak mental manusia yang terpengaruh akan sebuah proses pembangunan yang sedang berlangsung dan terus menerus menimbulkan dampak positif dan negative sehingga terjadi sistem pergeseran nilai budaya. Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi yang menimbulkan konflik dengan tata nilai budaya nya.
Seperti halnya kebudayaan yang ada pada suku Damal, Papua. Kebudayaan pada suku ini termasuk kebudayaan neolitikum. Hal-hal yang semacam in ibis amenjadi sebuah pembelajaran bagi mahasiswa atau pun pelajar. Karena hingga saat ini kebudayaan neolitikum yang ada pada suku Damal masih tetap berlangsung.
Pembelajaran budaya ini dimaksud kepada para mahasiswa untuk lebih peka terhadap yang ada disekitarnya dan mau menelaah apa yang dikerjakannya sendiri dan mengapa. Kesadaran akan nilai – nilai yang di anut nya. Kerelaan memikirkan kembali dengan hati terbuka nilia – nilai yang di anutnya untuk mengetahui apakah dia secara berdiri sendiri dapat membenarkan nilai – nilai tersebut untuk dirinya sendiri. Serta keberanian moral untuk mempertahankan nilai – nilai yang dirasa nya sudah cukup dapat diterima oleh dirinya sendiri.
Mengapa kita perlu sebuah pembelajaran ilmu kebudayaan, karena ruang lingkup pendidikan kita amat sempit dan condong membuat manusia – manusia specialis yang tidak berpandang luas. Karena para lulusan perguruan tinggi itu kurang mempunyai tempat yang sama dalam berpijak, mereka lebih relative mengesampingkan bidang – bidang yang lain dan dibutakan oleh hal yang mereka terima saja tanpa memikirkan lingkungan sekitar. Hal ini pun tidak bermaksud untuk mereka mencampuri hal yang bukan mereka terima, tapi hal ini dimaksudkan untuk mereka agar lebih peka dengan sekitar nya.
Mengenai ruang lingkup ilmu budaya dasar terdapat 2 masalah pokok yang menjadi sebuah pertimbangan untuk menentukannya.
1.      Berbagai aspek kehidupan yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya.
2.      Hakekat manusia yang satu atau universal, akan tetapi yang beraneka ragam perwujudan nya dalam kebudayaan masing – masing jaman dan tempat nya.
Dari permasalahn diatas maka tampak jelas posisi manusia sebagai sentral dalam pengkajian ruang lingkup ilmu budaya dasar ini. Bagaimana hubungan manusia dengan alam, dengan sesama manusia, dirinya sendiri, nilai – nilai manusia dan bagaimana pula hubungan manusia dengan tuhan menjadi tema sentral dalam ilmu budaya dasar.












DAFTAR PUSTAKA
·         Mahjunir. 1967, Mengenal Pokok-Pokok Antropologi dan Kebudajaan, Jakarta : Bhratara
·        A. Leroi Gourant, Milieu et Technique, Paris 1949
·        R.Godfrey Lienhardt, Man, Culture, and Society (editor Harry L.Shapiro) hl.311-329. N.Y. 1959
·         L.A. White, The Evolution of Culture (Evolusi Kebudayaan)
·         Shankman, Paul. 1991, ‘Culture Contact, Cultural Ecology, and Dani Warfare, Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, Page : 299-321
·         Jurnal Antropologi Papua, Volume 2, Nomor 4 Agustus 2003/Universitas Cendrawasih, Papua.
·         Djoht, Djekky R. “Kebudayaan, Penyakit dan Kesehatan di Papua dalamPerspektif Antropologi Kesehatan” dalam Buletin Populasi Papua, Vol. II. No.4 November 2001. Jayapura. PSK-UNCEN
·         Rappaport, R. 1967; Ritual Regulation of Environmental Relations among a New Guinean People. Ethnology: 6:17-30.
·         Doktorandus, Magister Antropolgi, Staf pengajar pada Jurusan Antropologi – FISIP Universitas Cenderawasih, menjabat sebagai Kepala UPT Museum Etnografi Uncen- Jayapura dan Staf Peneliti Pusat Studi Manusia dan Kebudayaan Papua.
·         Boeke, W.J. 1953. Economics and Economic Policy in Dual Societies, Tjeenk Willink and Zonen, Haarlem.
·         Tim Peneliti Univesrsitas Cenderawasih. 1991. Laporan Penelitian Penyusunan Peta Sosial Budaya Papua; Pusat Penelitian Universitas Cenderawasih
·         Suparlan, Parsudi. 1994. Keanekaragaman Kebudayaan, Strategi Pembangunan dan Transformasi Sosial, dalam Buletin Penduduk dan Pembangunan, Jilid V No. 1-2, Lembaga Iimu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
·         Suparlan, Parsudi. 1994a. The Diversity Of Cultures In Irian Jaya, The Indonesian Quartely, 22:2, 170-182.
·          R.L Beals & H. Hoijer, op cit 1961, 533-534
·          Dr. Koentjaraningrat, op cit 1961,150
·          M. Jacobs & B.J Stern, op cit, 1953. 199-200;300
·         Dr. A.H. Colijn: Menuju ke salju abadi di Negeri Belanda di Daerah Tropis
·         Laporan Jurnalistik Kompas. 2008. Ekspedisi tanah Papua : Laporan Jurnalistik Kompas : Terasing di Pulau Sendiri. Jakarta : Kompas
·         Lett, Lewis.1944.Papua : “Its People and Its Promise – Past and Future”.Melbourne : F.W.Cheshire PTY. LTD.
·         MSC, DR. Jan Boelaars.1986. Manusia Irian : “Dahulu-Sekarang-Masa Depan”.Jakarta : PT Gramedia.
·         http://www.papuaweb.org/uncen/dlib/jr/antropologi/01-01/jurnal.pdf . Diunduh pada tanggal 20 Mei 2011, Pukul 18.45 WIB
·         http://rhully.blog.friendster.com/2008/12/makalah-kesenian-budaya/. Diunduh Pada tanggal 20 Mei 2011, Pukul 19.00 WIB
























[2] Mahjunir. 1967, Mengenal Pokok-Pokok Antropologi dan Kebudajaan, Jakarta : Bhratara
[3] http://goyangkarawang.com/2010/03/definisi-wujud-dan-unsur-kebudayaan/ diunduh pada pukul 13.17 WIB, tanggal 18 Februari 2011
[4] Mahjunir. 1967, Mengenal Pokok-Pokok Antropologi dan Kebudajaan, Jakarta : Bhratara
[5] L.A. White, The Evolution of Culture (Evolusi Kebudayaan)
[6] Mahjunir. 1967, Mengenal Pokok-Pokok Antropologi dan Kebudajaan, Jakarta : Bhratara
[7] A. Leroi Gourant, Milieu et Technique, Paris 1949
  Ibid, L’homme et la Matiere, Paris 1943
[8] R.Godfrey Lienhardt, Man, Culture, and Society (editor Harry L.Shapiro) hl.311-329. N.Y. 1959
[9] R.L Beals & H. Hoijer, op cit 1961, 533-534
  Dr. Koentjaraningrat, op cit 1961,150
  M. Jacobs & B.J Stern, op cit, 1953. 199-200;300
[10] Boelaars, Jan. (1992) Manusia Irian: Dahulu, Sekarang, Masa Depan.
Gramedia. Jakarta.
[11]Jurnal Antropologi Papua, Volume 2, No 4 Agustus 2003/Universitas Cendrawasih, Papua
[12] Tim Peneliti Univesrsitas Cenderawasih. 1991. Laporan Penelitian Penyusunan Peta Sosial Budaya Papua; Pusat Penelitian Universitas Cenderawasih
[13] Suparlan, Parsudi. 1994. Keanekaragaman Kebudayaan, Strategi Pembangunan dan Transformasi Sosial, dalam Buletin Penduduk dan Pembangunan, Jilid V No. 1-2, Lembaga Iimu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
[14] Suparlan, Parsudi. 1994a. The Diversity Of Cultures In Irian Jaya, The Indonesian Quartely, 22:2, 170 182.
[15] MSC, DR. Jan Boelaars.1986. Manusia Irian : Dahulu-Sekarang-Masa Depan.Jakarta : PT Gramedia.

[17] Djoht, Djekky R. “Kebudayaan, Penyakit dan Kesehatan di Papua dalam Perspektif Antropologi Kesehatan” dalam Buletin Populasi Papua, Vol. II. No.4 November 2001. Jayapura. PSK-UNCEN
[20] Shankman, Paul. 1991, ‘Culture Contact, Cultural Ecology, and Dani Warfare, Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, Page : 299-321

[21] http://www.lpmak.org/galance.php. Diunduh pada tanggal 23 Mei 2011, Pukul 17.30 WIB

[22] Shankman, Paul. 1991, ‘Culture Contact, Cultural Ecology, and Dani Warfare, Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, Page : 299-321

[24] http://my.opera.com/myHonai/blog/index.dml/tag/PAKAIAN%20SUKU%20DAMAL Diunduh tanggal 23 Mei 2011, pada Pukul 17.41 WIB
[25] Boeke, W.J. 1953. Economics and Economic Policy in Dual Societies, Tjeenk
Willink and Zonen, Haarlem.
[26] Doktorandus, Magister Antropolgi, Staf pengajar pada Jurusan Antropologi – FISIP
Universitas Cenderawasih, menjabat sebagai Kepala UPT Museum Etnografi Uncen-
Jayapura dan Staf Peneliti Pusat Studi Manusia dan Kebudayaan Papua.
[27] Lett, Lewis.1944.Papua : Its People and Its Promise – Past and Future.Melbourne : F.W.Cheshire PTY. LTD.
[28] http://hoteltimikaindah.blogspot.com/2011/04/suku-amungme.html. Di unduh pada tanggal 24 Mei 2011, pukul 19.07 WIB
[29] Shankman, Paul. 1991, ‘Culture Contact, Cultural Ecology, and Dani Warfare, Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, Page : 299-321

[31] http://my.opera.com/myHonai/blog/ Diunduh Pada Tanggal 23 Mei 2011, Pukul 18.22 WIB
[32] Lett, Lewis.1944.Papua : Its People and Its Promise – Past and Future.Melbourne : F.W.Cheshire PTY. LTD.
[33] Jurnal Antropologi Papua, Volume 2, Nomor 4 Agustus 2003/Universitas Cendrawasih, Papua.
[35] Lett, Lewis.1944.Papua : “Its People and Its Promise – Past and Future”.Melbourne : F.W.Cheshire PTY. LTD.
[36] MSC, DR. Jan Boelaars.1986. Manusia Irian : “Dahulu-Sekarang-Masa Depan”.Jakarta : PT Gramedia.
[37] Ekspedisi tanah Papua : laporan jurnalistik Kompas : terasing di pulau sendiri. Oleh Laporan Jurnalistik Kompas